
Pelajar adalah generasi terbaik yang disiapkan untuk mewujudkan pelbagai tujuan bangsa di masa depan. Mereka adalah aset terbaik yang harus dirawat dengan penuh perjuangan, kesabaran, dan pendidikan yang mencerahkan. Tak boleh lengah sedikitpun. Semua kita harus ambil peran mempersiapkan mereka sebaik mungkin, mulai dari jasmani, akal, dan ruhani. Semuanya harus terpenuhi, tidak boleh ada yang kosong, sekalipun hanya satu aspek. Tetap saja, semuanya harus terpenuhi. Sebab, jika ada yang kosong, dikhawatirkan pertumbuhan dan perkembangan para pelajar tersebut akan terhambat. Mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyelesaikan pelbagai persoalan bangsa, justru membuat masalah baru bagi Indonesia.
Lihatlah, di pelbagai media massa, pemberitaan tentang pelbagai kasus yang dilakukan oleh para pelajar, seolah tidak pernah surut. Setelah tahun lalu dihebohkan dengan aksi pelajar yang menendang seorang nenek-nenek di Tapanuli Selatan. Di tahun ini, ternyata aksi mereka semakin bertambah sadis. Seperti yang baru-baru ini terjadi, ada pelajar yang nekat membunuh temannya sendiri, dengan alasan, ingin menjual organ tubuh temannya ke pembeli yang di dapatnya dari situs internasional di internet. Tetapi, setelah dicoba untuk menghubungi kembali pembeli melalui email, ternyata tidak ada tanggapan. Akhirnya, korban yang dibunuh pun dibuang begitu saja. Sungguh peristiwa yang begitu sadis, seolah perkara nyawa, menjadi satu hal yang tidak ada artinya. Dan yang paling parah, hal tersebut dilakukan oleh pelajar.
Tak hanya itu, pelbagai kasus lain juga masih jamak mereka lakukan, seperti kasus Tawuran. Di kota Padang dan pelbagai kota besar lainnya, kasus ini seolah menjadi pemandangan yang tidak terelakkan lagi, hampir setiap hari terjadi. Pihak kepolisian pun mesti berjibaku mengamankannya, bahkan para pelajar tersebut mesti di pidanakan. Sebagaimana tindakan yang dilakukan oleh Polresta Padang yang mempidanakan seorang pelajar berinisial AA (16) yang diamankan petugas di kawasan Kampung Lalang, Kuranji, Minggu (29/1) sekitar pukul 04.30 WIB. Tindakan tersebut dilakukan setelah AA ketahuan membawa senjata tajam berupa celurit dan pisau bergerigi saat melakukan tawuran. Selanjutnya, ia akan diproses secara hukum sesuai dengan undang-un dang Darurat Nomor 12 tahun 1951. Sungguh ironis dan menyedihkan.
Padahal pemerintah telah berupaya penuh meningkatkan kualitas pelajar, sebagaimana tercermin dalam profil pelajar Pancasila, yang terdiri dari Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, Mandiri, Bergotong-royong, Berkebinekaan global, Bernalar kritis dan Kreatif. Tetapi nyatanya, semua profil tersebut terkesan sebagai pelengkap saja, usaha untuk mewujudkannya masih belum terlihat. Hampir sebagian besar guru tidak memprioritas untuk membentuknya, terlihat dalam pelaksanaan pembelajaran yang mereka lakukan, hampir sebagian besar, masih berorientasi pada aspek kognitif. Meskipun, dalam dokumen tertulis rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) termuat pelbagai karakter positif yang ingin dicapai setelah pembelajaran dilaksanakan, tetapi hal tersebut hanya sekedar pemenuh persyaratan saja.
Selain itu, melalui ikrar pelajar yang dibacakan saat pelaksanaan Upaya Bendera di Sekolah harusnya mampu membentengi pelajar dari pelbagai perbuatan buruk. Ikrar yang terdiri dari lima janji tersebut, menyatakan 1. Kami Pelajar Indonesia, Adalah Makhluk Dan Hamba Tuhan Yang Maha Esa, Dan Bertaqwa Kepada-Nya, 2. Kami Pelajar Indonesia , Patuh Kepada Orang Tua Dan Guru, Giat Belajar Menuntut Ilmu, Berdiri Tegak Menjadi Pandu Ibuku, 3. Kami Pelajar Indonesia, Adalah Putra-putri Bangsa, Setia Kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, Yang Bersasarkan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945, 4. Kami Pelajar Indonesia, Adalah Generasi Madya Tunas-Tunas Bangsa, Berusaha Keras Untuk Menjadi Generasi Penerus Yang Lebih Baik, Lebih Bertanggung Jawab Dan Lebih Mampu Mengisi Dan Membina Kemerdekaan Bangsa, dan 5. Kami Pelajar Indonesia, Bertekad Meneruskan Perjuangan Para Pahlawan Bangsa, Membangun Negara Dalam Kesatuan Dan Persatuan Indonesia, Semi Tercapainya Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Begitu luar biasa kata-kata yang dimuat, Harusnya kata-kata tersebut, dapat tertanam kuat di dalam diri pelajar Indonesia, tidak sekedar ucapan.
Selain peran lembaga pendidikan. Dalam mengatasi degradasi moral di kalangan pelajar, peran keluarga juga sangat diharapkan. Sebagai tempat mengenyam pendidikan pertama, peran keluarga tidak bisa dipinggirkan dalam membentuk karakter positif anak. Sebab, bagaimana pun juga, waktu paling lama seorang anak dihabiskan bersama orang tua, mulai dari tidur, hingga bangun kembali dari tidur. Oleh karena itu, bimbingan dan dukungan dari keluarga sangat diharapkan dalam memastikan anak tumbuh dengan karakter positif. Lebih jauh lagi, keluarga juga hendaknya memastikan anak berada di lingkungan yang baik dan benar. Sehingga mereka dapat tumbuh menjadi pelajar yang berkarakter dan berkontribusi bagi masa depan bangsa. Semoga!