Kamis, Juli 10, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Studi Ungkap Penyebab Kambuhnya Kebiasaan Anak Merokok

by matabanua
6 Februari 2023
in Mozaik
0
D:\2023\Februari 2023\7 Februari 2023\11\Halaman 1--11 Selasa\studi.jpg
(foto:mb/web)

 

Anak yang sudah berhenti merokok bisa rupanya ‘kambuh’ alias merokok lagi. Studi baru-baru ini mengungkap penyebab kebiasaan merokok di kalangan anak-anak kambuh.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\10 Juli 2025\11\Halaman 1-11 Kamis\6 kebiasaan.jpg

6 Kebiasaan yang Membuat Otak Cerdas, Tak Harus Beli Suplemen Khusus

9 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\10 Juli 2025\11\Halaman 1-11 Kamis\4 kebiasaan.jpg

4 Kebiasaan Buruk Setelah Jam 5 Sore, Awas Bisa Picu Stroke

9 Juli 2025
Load More

Diinisiasi oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial-Universitas Indonesia (PKJS-UI), studi menemukan faktor harga rokok jadi faktor signifikan smoking relapse (perilaku kembali merokok). Kemudian terdapat faktor lain atau faktor non-harga yang juga layak mendapat perhatian.

Studi merupakan studi cross sectional dengan menggunakan data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2006, 2009, 2014, dan 2019. GYTS adalah program kolaborasi WHO dan CDC yang merilis program surveilans di lebih dari 185 negara termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, survei dieksekusi oleh Balitbangkes dengan tingkat respons sekitar 91 persen. Sebanyak 9.992 siswa kelas 7-12 menyelesaikan survei. Sebanyak 5.125 di antaranya berusia 13-15 tahun.

Mereka mengisi kuesioner berstandar global dengan topik pertanyaan yakni, penggunaan tembakau, berhenti merokok, perokok pasif serta media dan iklan rokok.

Risky Kusuma Hartono, salah satu peneliti dalam studi, mengatakan masih sedikit studi mengenai smoking relapse di Indonesia.

“[Salah satu tujuan penelitian ini] mengetahui faktor yang signifikan menghambat perilaku berhenti merokok pada anak, baik itu dari sisi harga maupun non-harga agar dapat dijadikan bukti untuk meningkatkan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia,” kata Risky dalam webinar PJKS-UI pada Kamis (2/2).

Berdasar studi, anak yang berhenti merokok lalu ‘kambuh’ bisa dibilang mengalami penurunan per tahun. Namun angkanya masih di di atas 50 persen di 2019.

Setelah dilihat profil anak yang smoking relapse, peneliti menemukan smoking relapse lebih banyak dialami anak laki-laki usia SMP. Setelah didalami lagi dengan analisis proporsi, proporsi smoking relapse anak laki-laki lebih tinggi ketimbang anak perempuan.

“Proporsi anak kelas 12 (SMA) memiliki proporsi paling tinggi kambuh merokok kembali sebesar 81,3 persen,” kata Muhammad Abdul Rohman, peneliti dalam studi.

Kemudian, apa saja yang menyebabkan anak kambuh merokok lagi?

Rupanya harga rokok berpengaruh besar terhadap smoking relapse. Terbukti kenaikan harga rokok sejalan dengan penurunan smoking relapse pada anak. Saat harga per bungkus rokok, misal kurang dari Rp15 ribu, proporsi smoking relapse 83,1 persen. Sementara saat harga per bungkus lebih dari Rp31 ribu, proporsinya menurun hingga 62,5 persen.

Hal ini juga berlaku pada harga rokok batangan. Saat harga per batang tidak sampai seribu rupiah, proporsi smoking relapse 83,6 persen. Kemudian untuk harga per batang di atas Rp2.100, proporsi smoking relapse 80,5 persen. Penurunannya tidak sesignifikan kenaikan harga rokok per bungkus.

“Kami membedakan harga rokok per bungkus dan per batang. Walau sama-sama terjadi kenaikan harga, pembelian per bungkus penurunan [smoking relapse] lebih curam dibanding secara ketengan. Penjualan rokok kecil-kecilan harus dihentikan,” imbuh Rohman.

Faktor non harga juga turut mempengaruhi tingginya proporsi smoking relapse yakni anak memiliki teman sebaya perokok (88,4 persen), lalu paparan iklan rokok dari majalah (84,4 persen), iklan rokok di tv (83,2 persen), juga iklan media sosial (83,2 persen).

Sementara itu, Indonesia menargetkan penurunan prevalensi perokok anak di angka 8,7 persen di akhir 2024. Peneliti pun merekomendasikan pemerintah menerapkan larangan penjualan rokok secara batangan untuk mencapai tujuan ini.

Di samping itu, perlu ada larangan total terhadap iklan promosi dan sponsorship rokok di berbagai media.

“Pihak sekolah harus memberikan pengawasan dan sanksi tegas pada siswa yang kedapatan merokok,” katanya. web

 

 

Tags: MerokokWHO
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA