
JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku terpukul ketika mengetahui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di skor 34, atau terburuk sejak reformasi 1998. Ia pun mengaitkan hal itu dengan banyaknya OTT yang dilakukan KPK.
“Terus kemarin tiba-tiba turun jadi 34. Ya terpukul,” kata Mahfud dalam pidatonya d acara Rapim Lemhannas RI 2023 di Kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (1/2), seperti dikutip cnnindonesia.com.
Mahfud mengatakan, angka indeks korupsi Indonesia pada tahun sebelumnya biasanya cenderung alami kenaikan. Namun, tiba-tiba pada 2022 justru mengalami penurunan drastis.
Meski begitu, Mahfud mengklaim dirinya sudah memprediksi penurunan indeks persepsi korupsi Indonesia 2022 itu. Apalagi, sebutnya, pada tahun lalu banyak orang yang ditangkap karena tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Persepsi itu makin buruk,” kata mantan hakim konstitusi itu.
Ditemui usai berpidato, Mahfud mengakui indeks persepsi korupsi di Indonesia 2022 itu adalah terjelek sejak reformasi 1998.
“Ini terjelek sejak reformasi,” kata Mahfud.
Menurutnya angka itu tak lepas dari pengaruh di mana makin banyak kegiatan mengungkap tindak pidana korupsi, sehingga membuat persepsi publik makin turun.
“Tapi memang kita sudah menduga. Kan itu OTT banyak sekali kemarin itu. Korupsi di mana-mana terjadi. Saya sudah menduga ini akan naik, apa namanya kemarahan publik naik, persepsi juga akan jelek,” klaimnya.
Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan IPK Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan.
IPK Indonesia tahun 2022 dinilai mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi.
“CPI [Corruption Perceptions Index] Indonesia 2022 kita berada di 34, rangking 110. Dibanding tahun lalu, turun empat poin dan turun 14 rankingnya,” ungkap Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Suyatmiko.
Sementara, Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengaku kaget setengah mati mengetahui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di skor 34, terburuk sepanjang reformasi.
“Jadi, yang pertama saya ditelepon kemarin kaget setengah mati saya, kok cuma 34,” ujar Pahala di Pullman Hotel, Jakarta, Selasa (31/1) kepada cnnindonesia.com.
Pahala menyatakan, diperlukan terobosan untuk mendongkrak IPK Indonesia, terlebih sejak tahun 2014 skornya tidak pernah melewati angka 40. Terobosan dimaksud memerlukan peran sejumlah pihak seperti pemerintah, organisasi masyarakat, bahkan partai politik.
Dia menjelaskan, salah satu cara mencegah praktik korupsi di Indonesia terkait dengan anggaran partai politik. Dia ingin anggaran partai dari negara dinaikkan untuk mencegah mahar politik.
Meskipun begitu, ia mengaku paham cara tersebut tidak menjamin praktik korupsi lantas langsung menghilang.
“Semua orang tahu partai politik enggak ada sumber uangnya kecuali dari bantuan pemerintah yang sangat kecil. Setengah mati kita usulkan ayo dong parpolnya kita perkuat. Pertanyaannya memang ada jaminannya kalau partai kuat enggak ada korupsi? Ya enggak ada,” tutur Pahala.
“Tapi kan ada upaya logisnya kalau partai politik itu kuatbaru dikenakan sanksi, kalau dia tidak terbuka misalnya, baru kita minta pertanggungjawaban untuk kader-kadernya yang duduk di pemerintahan atau yang duduk di DPR,” imbuhnya.
Merujuk kajian KPK terhadap kontestasi Pilkada 2017 dan 2018 lalu, sebanyak 82,3 persen calon kepala daerah dibantu pendanaannya dari pihak swasta.
Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan IPK Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan.
IPK Indonesia tahun 2022 dinilai mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi.
“CPI [Corruption Perceptions Index] Indonesia 2022 kita berada di 34, rangking 110. Dibanding tahun lalu, turun empat poin dan turun 14 rangkingnya,” ungkap Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Suyatmiko. web