JAKARTA – Menteri Agama(Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas menyatakan sebanyak 62.879 ribu calon jemaah haji (calhaj) lanjut usia (lansia) atau yang berusia lebih dari 65 tahun akan diberangkatkan pada ibadah haji 2023.
Hal itu disampaikan Yaqut pada rapat bersama Komisi VIII DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (19/1), seperti dikutip cnnindonesia.com.
“Jemaah lansia atau yang lebih dari 65 tahun berjumlah 62.879 jemaah,” ucap Yaqut.
Ia merinci, ada sebanyak 51.778 calon jemaah dengan rentang umur 65 hingga 75 tahun, 8.760 orang berumur 76-85, 2.074 pada umur 86-95, dan 269 calon jemaah di atas 95 tahun.
“Kalau kita kategorisasi yang berumur 65 sampai 75 tahun itu ada sekitar 51.778, kemudian yang berumur 76 sampai 85 tahun itu ada 8.760 yang berumur 86 sampai 95 ada 2.074 dan yang di atas 95 tahun itu ada 269.
Yaqut menerangkan, nantinya calon jemaah lansia itudiberangkatkan dalam kelompok terbang (keloter) yang terpisah-pisah.
Kini Kemenag tengah membahas soal kemungkinan-kemungkinan tersebut. Salah satunya dengan mempertimbangkan kondisi kesehatannya.
“Tentu kita tidak mungkin memberangkatkan semua sekaligus. Ada beberapa kategori yang sedang kita bahas di tingkat Kementerian dan variabel-variabel apa yang bisa memungkinkan jamaah ini diberangkatkan termasuk tentu salah satunya jelas jamaah lansia yang dalam kondisi sehat,” ujar Yaqut.
Usulkan Naik
Kementerian Agama mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadahhaji (BPIH) 2023 sebesar Rp 98,8 juta per calon jemaah.
Namun, dari BPIH itu hanya 70 persen di antaranya yang dibebankan kepada jemaah haji atau sebesar Rp 69 juta. Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp 29,7 juta.
Secara akumulatif, komponen yang dibebankan pada dana nilai manfaat sebesar Rp 5,9 triliun.
“Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp 98.893.909, ini naik sekitar Rp 514 ribu dengan komposisi Bipih Rp 69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp 29.700.175 juta atau 30 persen,” kata Yaqut.
Artinya, biaya haji tahun ini hampir dua kali lipat tahun lalu yang hanya sebesar Rp 39,8 juta. Ongkos ini juga lebih tinggi dibandingkan 2018 sampai 2020 lalu yang ditetapkan sebesar Rp 35 juta.
Menurut Yaqut, kebijakan ini diambil untuk menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan. Ia menilai pembebanan BPIH harus mengedepankan prinsip keadilan. Untuk itu, pemerintah memformulasikan BPIH dalam rangka menyeimbangkan besaran beban jemaah dan keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.
“Pembebanan BPIH harus mengedepankan prinsip isthitha’ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya,” ucap Yaqut.
Tak hanya itu, pemerintah mengusulkan biaya hidup (living cost) yang diberikan kepada jemaah haji tahun ini hanya sebesar 1.000 real atau setara Rp 4.080.000. Angka ini menurun 500 real dari tahun lalu.
“Dengan pertimbangan jemaah haji sudah menerima layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama mereka berada di Arab Saudi. Tapi pemerintah memperhatikan kebutuhan selain layanan itu, sehingga mengurangi living cost,” paparnya.
Lebih lanjut, Yaqut menjelaskan jumlah kuota haji tahun ini sebesar 221 ribu. Secara rinci, jemaah haji reguler sebanyak 203.320 orang yang diuraikan jemaah reguler murni 201.527 orang. Sedangkan, pendamping haji daerah sebanyak 1.543 dan 250 pembimbing.
“Untuk haji khusus (sebanyak) 17.680 jemaah sehingga total 221 ribu jemaah haji, (dengan jumlah) keloter sebanyak 820,” katanya. web