oleh: Imazen Ananda (ASN BPS Kota Banjarmasin)
Pertanian di Indonesia adalah salah satu penggerak roda perekonomian Indonesia. Saat ini sektor pertanian Indonesia merupakan sektor kedua yang paling berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional setelah industri pengolahan. Pada 2021 berdasarkan data BPS terdapat 3 provinsi di Pulau Jawa yang merupakan provinsi penghasil padi dan beras tertinggi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki kondisi geografis yang terletak di garis khatulistiwa yang sangat mendukung potensi sektor pertanian. Ditunjang lagi lahan pertanian yang membentang luas serta sumber daya alam yang melimpah di Indonesia adalah suatu anugrah untuk kita sebagai bangsa Indonesia.
Peningkatan sektor pertanian ini sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri tanpa harus melakukan import. Hal ini disebabkan sejak kurun waktu 3 tahun sejak 2019, berdasarkan data BPS sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun bahkan sempat terpuruk. Sehingga diperlukan upaya dalam meningkatkan aktivitas import kebutuhan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini menjadi suatu ironi yang menyedihkan dan menghilangkan identitas negara Indonesia sebagai negara agraris.
Pasca pandemi Covid-19 ini semua bidang kehidupan harus bangkit. Tidak terkecuali dengan sektor pertanian yang sangat berimbas pada produksi pangan. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap sektor pertanian karena menjadi tempat bergantung bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sebab jika produksi pertanian terganggu dan harga melonjak naik, maka bisa menimbulkan instabilitas politik.
Pembenahan pada sektor pertanian harus segera dilakukan salah satunya adalah dengan mengoptimalkan peran petani sebagai salah satu upaya untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Dilema yang dihadapi saat ini adalah adanya petani yang berpendidikan rendah dan miskin seakan menjadi isu umum di negara ini. Belum lagi harga pupuk yang semakin mahal, gangguan hama tikus yang menghancurkan tanaman padi sehingga membuat masalah produksi pertanian semakin kompleks dan menimbulkan produksi pertanian menjadi tersendat.
Salah satu urgensi yang harus segera dilakukan adalah dengan mengedukasi petani yang berpendidikan rendah dan hanya berbekal pengetahuan bercocok tanam yang dilakukan melalui secara konvensional secara turun temurun. Salah satu hal penting yang dilakukan adalah dengan melibatkan peran serta para akademisi pertanian dalam mendampingi para petani yang membutuhkan edukasi pendidikan di bidang pertanian misalnya para mahasiswa ataupun sarjana pertanian yang sangat diharapkan mampu memberikan konstribusi dalam memecahkan masalah di sektor pertanian.
Sehingga masalah-masalah pertanian seperti peningkatan jumlah produksi, peningkatan mutu hasil produksi, penanganan saat panen, pengolahan hasil panen, pendanaan, sampai dengan masalah bencana alam yang tidak terduga, semuanya dapat teratasi secara maksimal. Perlunya hubungan mutualistik antara lembaga pendidikan tinggi (para akademisi), kelompok tani dan masyarakat industri harus terjalin selaras. Para akademisi pertanian dapat mendistribusikan pengetahuannya kepada para petani dengan dijembatani kelompok tani.
Begitu juga para akademisi pertanian agar menyerap pengetahuan ilmu pertanian secara konvensional dari para petani. Namun permasalahan yang terjadi sekarang ini adalah langkanya peminat menjadi seorang petani. Pemilihan jurusan pada mahasiswa fakultas Pertanian seolah menjadi batu loncatan saja untuk menjadi seorang sarjana. Bahkan setelah kelulusan, sebagian dari mereka lebih memilih bekerja diperkantoran menggunakan pakaian rapih dan mendapatkan penghasilan yang stabil setiap bulannya dan ini menjadi suatu kontradiksi dengan keadaan apabila mereka menjadi petani.
Pada tahun 2023 BPS akan mengadakan Sensus Pertanian (ST) 2023 yang didalamnya bertujuan untuk menyediakan data struktur pertanian yang akurat agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi pertanian di Indonesia. Sensus Pertanian (ST) 2023 ini dilaksanakan pada tahun yang berakhiran angka tiga (3). Sensus Pertanian dilakukan pada siklus 10 tahunan yaitu : 1963, 1973, 1983, 1993, dan 2003 . Dari sensus pertanian ini juga akan terlihat indikator tumbuhnya pertanian dalan suatu wilayah. Hasil Sensus Pertanian (ST) 2013 yang lalu menyatakan bahwa jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Kota Banjarmasin 5.614 jiwa, turun sebanyak 58,86% dari jumlah di tahun 2003 sebanyak 13.646 jiwa. Sensus Pertanian (ST) 2023 juga menjadi tolak ukur data-data statistik pertanian guna perbaikan statistik pertanian selanjutnya. Begitu juga dengan harapan lahirnya sosok-sosok petani milenial pun juga bisa terdeteksi pada ST 2023 nanti sesuai dengan komitmen Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk mencetak 2,5 juta petani milenial pada 2023 nanti dapat terwujud.
Para petani milenial digadang-gadang menjadi petani yang mampu memodernisasi sektor pertanian. Mereka diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan pada masa perkuliahan, sehingga dapat mengembangkan pertanian dalam arti yang luas. Bahkan dalam mendukung lahirnya petani milenial, pemerintah Indonesia melalui Kementan RI telah membentuk suatu wadah berkumpulnya para petani milenial yaitu Himpunan Petani Milenial Andalan Indonesia (HPMAI) yang sudah menumbuhkembangkan petani muda di 34 propinsi. Bahkan Gebrakan Duta Petani Milenial sudah mulai berakselerasi bersama dengan para petani konvensional.
Disadari atau tidak, lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak justru di sektor pertanian meningkat sebesar 29,59% pada Februari 2021 (Sakernas : Februari 2021). Peningkatan tenaga kerja ini diharapkan sebagian besar berasal dari akademisi pertanian, yang nantinya diharapkan menjadi petani milenial dengan memaksimalkan pengetahuan yang didapat pada saat studi, sehingga mampu mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi melalui produksi pertanian untuk bahan pangan. Walaupun saat sekarang para lulusan sarjana pertanian kurang berminat untuk menjadi petani. Disinilah peran dosen pengajar harus bisa merevolusi mindset dan mental para mahasiswanya bahwa terjun kedunia pertanian memiliki masa depan yang tidak kalah penting dengan profesi lainnya. Walaupun harus berlumur tanah, kulit bermaskerkan lumpur dengan tubuh yang basah berpeluh di bawah terik matahari. Ditambah lagi adanya stigma bahwa petani identik dengan kemiskinan yang sesuai dengan data BPS tahun 2020 bahwa jumlah rumah tangga miskin di Indonesia berasal dari keluarga petani.
Harapan nyata lahirnya petani milenial adalah untuk melakukan Reformasi Pertanian dan melakukan terobosan dan inovasi untuk Peningkatan Akses Pasar Pertanian yang harus diimplementasikan pelaksanaannya di lapangan secara konsisten sehingga terwujud kesejahteraan para petani. Upaya ini juga harus mendapatkan dukungan dari pemerintah Indonesia untuk terus bersinergi dengan semua insan pertanian tidak terkecuali para petani milenial. Kucuran modal dari pemerintah yang terarah dan terukur juga menjadi urgensi dalam mendukung meningkatnya laju produksi pertanian.
Dengan adanya ST 2023 nanti semoga lahir petani-petani milenial yang terampil, mandiri yang mampu menjadi qualified job seeker yang membuka peluang kerja bagi orang-orang yang membutuhkan pekerjaan. Serta keberadaan mereka bisa memperbaiki iklim pertanian yang sempat porak-poranda karena covid 19. Kemampuan petani milenial dalam digitalisasi juga sangat diperlukan untuk percepatan perkembangan sektor pertanian melalui sosialisasi smart farming yang merupakan transformasi pola pertanian tradisional ke pola pertanian modern melalui mekanisme teknologi. Ini dipercaya dapat mengurangi biaya produksi dan mampu meningkatkan pendapatan petani. Sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan para petani.