Selasa, September 16, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Lato-lato dan Kebangkitan Permainan Tradisional

by matabanua
9 Januari 2023
in Opini
0
D:\2023\Januari 2023\10 Januari 2023\8\8\hamidulloh ibda.jpg
Oleh : Hamidulloh Ibda (Dosen dan Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan INISNU Temanggung)

Demam permainan lato-lato pada masyarakat hakikatnya melahirkan potensi kebangkitan permainan tradisional di tengah maraknya electronic sports games (esports games), digital game atau online game. Sejak Presiden Jokowi dan Gubernur Jawa Barat memainkan lato-lato ketika bertandang ke Subang tak lama ini makin membuat masyarakat heboh. Rasa ingin tahu dan memainkan lato-lato yang kemudian viral di tengah masyarakat harus dimaknai positif sebagai momentum kebangkitan permainan tradisional.

Mengapa penulis sebut kebangkitan? Sebab, selama ini permainan bukan soal hobi, namun juga menjadi industri yang melahirkan potensi ekonomi, penguatan karakter, dan pelestarian khazanah bangsa. Evos Esports (2022) menyebut dari total 274,5 juta gamers di Asia Tenggara, Indonesia berkontribusi 43%, dan menyumbang pendapatan sebesar Rp 30 triliun. Jumlah pemain game PC di Indonesia menurut Kominfo sebanyak 53,4 juta orang dan 133,8 juta bermain game mobile (Kompas.com, 16/10/2022). Data ini menandakan game di Indonesia didominasi yang berbasis digital, sedangkan yang tradisional kian terpinggirkan bahkan terlupakan.

Artikel Lainnya

D:\2025\September 2025\16 september 2025\8\8\Fikril Musthofa.jpg

Peran Pesantren Membendung Narkoba

15 September 2025

Refleksi Hari Kesehatan Gigi dan Mulut

15 September 2025
Load More

Media sosial memiliki pengaruh besar terhadap budaya masyarakat dalam menggunakan game. Penggunaan lato-lato bukan sekadar permainan, namun sarat akan nilai ekonomi dan di dalamnya terkandung banyak karakter luhur yang harus dikaji dan dikuatkan pada anak-anak kita. Demam lato-lato menjadi momentum untuk membangkitkan geliat ekonomi kreatif dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penguatan karakter dan pelestarian permainan tradisional.

Lato-lato dan Esports Game

Lato-lato berasal dari Amerika Serikat yang berkembang sekira tahun 1960-1970-an (Brilian, 2023). Permainan ini masuk ke Indonesia sekira tahun 1990-an dengan nama lain latto-latto, tok-tok, nok-nok, click-clacks, clackers, knockers, dan bolas (Rosmayanti, 2022). Sebagian besar menyebut lato-lato berasal dari Indonesia, yaitu berkembang di Bugis dengan asal kata Latto-Latto. Sedangkan esports games berkembang pesat hanya satu dekade terakhir yang mendominasi dunia game digital saat ini. Di sejumlah negara, lato-lato yang dulu terbuat dari kaca sempat dilarang berbahaya akibat pecahan kaca yang dapat melukai anak. Kemudian dibuatlah lato-lato dari plastik yang lebih aman dan ramah lingkungan yang sampai kini berkembang di masyarakat.

Eksistensi permainan tradisional lato-lato di tengah maraknya esports game ibarat hujan di tengah kemarau. Sebab, dukungan pemerintah terhadap esports game sangat masif dan menjadi tren dunia bahkan lebih dari 200 negara mendukungnya (Amalia, 2020). Hal itu terbukti dengan adanya olimpiade nasional dan global seperti Asian Games 2018, SEA Games 2019, PON Papua 2020, bahkan Olimpiade 2024 Paris. Di Indonesia sendiri, esports games sudah diakomodasi ke dalam cabang olahraga dan telah terbentuk Persatuan Besar Esports Seluruh Indonesia (PBESI) dan Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI). Hal itu semakin membahana ketika Timnas Esports Indonesia mendapatkan Juara Umum dalam IESF Bali 14th World Esports Championship 2022 yang masuk Rekor MURI.

Lato-lato dan esports games memang berbeda. Lato-lato masuk kategori permainan tradisional dan kovensional, sedangkan esports games termasuk olahraga berbasis game dengan peranti digital. Selain dihadapkan pada esports games, eksistensi lato-lato juga harus bisa menjawab menjamurnya online game seperti Mobile Legends, Roblox, Ball Pool, Call of Duty: Mobile, Arena of Valor (AoV), Stumble Guys, Free Fire, PUBG Mobile, Clash Royale, dan lainnya. Lalu, bagaimana masa depan lato-lato dan permainan tradisional lainnya?

Kebangkitan Permainan Tradisional

Mengurus permainan tradisional tidak bisa main-main. Sebab, pelestari permainan tradisional sangat langka. Anak-anak yang memainkan permainan tradisional juga hanya di desa-desa, bahkan sekarang sudah tergantikan dengan gawai. Riset-riset tentang permainan tradisional juga tidak begitu tren karena yang “layak” dijual hari ini adalah game berbasis digital, siber, dan kontemporer. Padahal, Indonesia memiliki ratusan permainan yang lahir dari local knowledge (pengetahuan lokal), local genius (kecerdasan lokal), dan local wisdom (kearifan lokal) yang sarat akan nilai-nilai luhur, karakter, dan berbeda dengan permainan digital.

Permainan tradisional Indonesia banyak ditemukan tahun 1970-an bahkan awal kemerdekaan. Seperti contoh Hompimpa atau Gambreng, Batu Gunting Kertas, Karetan, Engklek, Keongan, Gundu, Layang-layang, Congklak, Hula Hoop, Cas Jadi Patung, Ular Naga, Lop-lop Kandang Ayam, Kuda Loncat, Tak Tik Bom Wer, Tebak Wajah, Kereta Api, Cuci Kain Buaya belum Datang, Injit-injit Semua, ABC Ada Berapa, Patok Lele, Tarik Tambang, Gasing, Egrang, Tarik Tambang, Lempar Boy, Lompat Karung, Tarik Tambang, dan lainnya (Yulita, 2017: x-xi). Namun apakah orang tua, guru, dosen, dan masyarakat tahu dan peduli dengan permainan-permainan tradisional tersebut? Tentu tidak.

Demam lato-lato di tengah masyarakat harus melahirkan spirit kebangkitan dengan beberapa formula. Pertama, kesadaran akan kekayaan lokal berupa permainan tradisional yang terbukti lebih murah, mudah, dan minim risiko karena tidak menggunakan mesin, internet, dan sinyal. Kedua, guru dan orang tua harus membumikan permainan tradisional dengan skema pembiasaan, pembudayaan, dan keteladanan. Sangat ironis ketika guru meminta anak bermain permainan tradisional, sedangkan guru sendiri bermain gawai. Ketiga, keteladanan dari pemimpin dan tokoh masyarakat. Video Presiden Jokowi dan Gubernur Jabar yang memainkan lato-lato secara tidak langsung memberi sugesti dan legitimasi bahwa lato-lato layak dan harus dimainkan.

Keempat, dukungan dari pemerintah dari sisi rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi lato-lato maupun produksi permainan tradisional lainnya. Hal ini terbukti ketika lato-lato viral, para pedagang permainan itu pun turut panen rezeki. Kelima, penguatan karakter melalui permainan tradisional harus menjadi poros utama dalam proses pendidikan, pelatihan, maupun pembudayaan pada anak-anak. Keenam, perlu adanya perlombaan yang secara rutin mengangkat eksistensi permainan tradisional sesuai daerah masing-masing.

Untuk membangkitkan permainan tradisional bukan perkara gampang. Diperlukan pendekatan Penta Helix dengan pelibatan birokrasi pemerintahan, akademisi, pengusaha, masyarakat atau komunitas, dan media massa untuk membangkitkan permaian tradisional sebagai khazanah Nusantara. Sebab, permainan tradisional bukan sekadar permainan, di dalamnya terkandung banyak karakter luhur, nilai ekonomi, dan pelestarian warisan leluhur. Jika tidak kita yang peduli permainan tradisional, lalu siapa lagi?

Lato-lato ,

 

 

Tags: Dosen dan Wakil Rektor I Bidang AkademikHamidulloh Ibdapermainan tradisional
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA