JAKARTA – Rencana kebijakan insentif atau subsidi pembelian kendaraan listrik diyakini bisa menarik minat masyarakat beralih dari kendaraan bahan bakar minyak (BBM) ke kendaraan ramah lingkungan.
Peneliti Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov mengatakan, saat ini harga kendaraan listrik relatif tidak terjangkau. Maka dari itu, dengan adanya insentif pembelian akan menurunkan harga jual sehingga minat masyarakat pada kendaraan listrik meningkat.
“Dengan adanya stimulus ini akan membuat orang beralih dari sebelumnya kendaraan menggunakan BBM menjadi kendaraan listrik,” kata Abra, di Jakarta.
Abra melanjutkan, seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik atas pemberian insentif tersebut dapat mempercepat terbentuknya ekosistem kendaraan listrik sesuai yang diharapkan pemerintah.
Abra mengungkapkan, rencana pemberian insentif tersebut juga dibarengi dengan penerapan subsidi energi terintegrasi khusususnya pada subsidi BBM.
Yaitu pengalihan subsidi BBM menjadi insentif untuk pembelian kendaraan lisrik, hal ini juga dapat menghindari bertambahnya beban keuangan negara.
“Dengan adanya insentif ini akan ada pergeseran transportasi kendaraan pribadi dari yang sebelumnya menggunakan BBM menjadi listrik, sehingga subsidi energinya direlokasi dari BBM ke stimulus kendaraan listrik,” ujar Abra.
Menurutnya, rencana pemberian insentif ini harus segera dimatangkan dengan menerbitkan peraturan, sebagai acuan atas pelaksanaan pemberian insentif pembelian kendaraan listrik.
“Secara regulasi harus segera ada payung hukum atau aturan main terkait insentif ini. Termasuk kriteria kendaraan listrik apa saja yang layak mendapatkan insentif. Dari sisi nilai misalnya, kendaraan listrik yang sangat mahal ya tidak perlu insentif,” tuturnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB) di Indonesia. Salah satunya mengizinkan uang muka (DP) nol persen untuk kredit pembelian kendaraan listrik.
“Uang muka untuk pembelian KBL BB dapat diterapkan paling rendah sebesar 0 persen (nol persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan, dengan tetap memenuhi ketentuan dalam POJK 35/2018 dan POJK 10/2019,” ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara.
OJK juga memberikan insentif untuk pengembangan industri hulunya, meliputi industri baterai, industri charging station, dan industri komponen) baik di bidang perbankan, IKNB, dan pasar modal.
Adapun, insentif bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan mobil listrik berupa relaksasi perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dengan menurunkan bobot risiko kredit (ATMR) menjadi 50 persen hingga 31 Desember 2023. Relaksasi ini efektif berlaku sejak 2020 lalu.
“Ada juga relaksasi penilaian kualitas kredit/pembiayaan dan pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit/Pembiayaan (BMPK/BMPP),” imbuh Mirza. lp6/mb06