JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut ada lebih dari satu juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang 2022.
Klaim tersebut mereka dasarkan pada data pengambilan klaim Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan oleh pekerja dengan alasan PHK pada periode Januari-November 2022 yang mencapai 919.071 pekerja.
“Dari Januari sampai November 2022, sudah ter-PHK 919.071 pekerja. Ini orang yang mengambil Jaminan Hari Tua (JHT). Jadi kalau kita ambil Desember, itu sudah pasti satu juta lebih. Ini yang sudah jelas mengambil JHT karena PHK,” kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani seperti dikutip dari Antara, Rabu (4/1).
Hariyadi mengatakan banyak faktor yang memicu PHK sepanjang tahun lalu. Ia mengatakan PHK tidak semata dipicu imbas kondisi pandemi covid-19, tapi juga penurunan kinerja ekspor dari sejumlah perusahaan.
“Banyak faktor, imbas pandemi, ada masalah ekspor drop. Ada juga faktor perusahaan yang melakukan efisiensi,” katanya.
Selain faktor tersebut, Hariyadi menuding kebijakan soal upah minimum juga dinilai turut mempengaruhi langkah perusahaan yang kemudian melakukan efisiensi dengan PHK.
Namun, ia menyebut hal itu tidak secara langsung terjadi. “Ada pengaruh (UMP) juga, mungkin tidak secara langsung pengaruh UMP, perusahaan melakukan efisiensi,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM BPP Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Nurdin Setiawan mengatakan industri tekstil telah mengalami penurunan pesanan (order) sejak 2022 lalu.
Kondisi tersebut telah membuat perusahaan-perusahaan tekstil terpaksa harus melakukan PHK terhadap 60 ribu karyawan.
“Sejak awal 2022 terjadi penurunan order 30 persen-50 persen. Anggota kami yang berorientasi ekspor dan padat karya, di kuartal I 2023 ini rata-rata order hanya 65 persen. Artinya 35 persen secara operasional utility kami kosong, sementara tenaga kerja harus kita bayarkan,” katanya.
Bagi perusahaan padat karya seperti industri tekstil, gaji tenaga kerja masuk biaya terbesar kedua setelah material. Oleh karena itu, Nurdin menyebut kenaikan upah di atas rata-rata menjadi beban berat perusahaan.
Nurdin juga menyebut terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja berdampak terhadap ketidakpastian hukum. Hal itu lantaran isu ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja yang tidak juga memperoleh solusi.
Ia berharap dengan kondisi seperti saat ini, pengusaha sektor padat karya sangat mengharapkan perlindungan pemerintah karena secara langsung atau tidak langsung telah menyerap banyak tenaga kerja.
“Alih-alih kita ingin melakukan satu upaya bagaimana perusahaan bisa tetap sustain, tapi hubungan kerja tetap terjaga, perlindungan ke perusahaan padat karya berorientasi ekspor, dan ekosistemnya, malah tidak dapat itu dari pemerintah,” kata Nurdin. cnn/mb06