JAKARTA – Kementerian Perdagangan mewanti-wanti Bulog agar impor beras dapat diselesaikan sebelum musim panen pada Maret mendatang. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan realisasi impor beras baru mencapai 100 ribu ton per 31 Desember 2022 dari target 200 ribu ton di akhir tahun.
Ia mengatakan, beras impor yang belum terealisasi pada Desember harus tuntas Januari 2023. Sekaligus, 300 ribu ton sisanya yang sudah ditugaskan tahun lalu sehingga total impor beras 500 ribu ton.
“Ini (impor) akan diteruskan Januari, tapi saya sudah warning, Maret akan panen raya maka paling tidak akhir Februari sudah tidak boleh impor lagi,” kata Zulhas, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Ia pun meminta agar petani tak perlu khawatir soal kebijakan impor. Pemerintah akan menjaga harga gabah dalam negeri agar tidak terpengaruh oleh beras impor. Di sisi lain, pemerintah juga telah meminta Bulog agar dapat membeli gabah petani dengan harga tinggi sesuai tren pasar.
Lebih lanjut, ia mengatakan sepanjang 2022 laju inflasi pangan yang sempat tinggi mulai melandai jelang akhir tahun. Kemendag terus turun ke pasar tradisional untuk dapat mengetahui kondisi riil sehingga kebijakanyang diambil dapat sesuai dalam menjaga laju inflasi.
“Kemarin (harga) beras paling tinggi Rp 8.200 per kg, itu (jadi) paling murah. Gabah Rp 4.450 per kg, sekaang bisa beli Rp 5.500 per kg ada juga yang Rp 6.000 per kg,” kata Zulhas.
Memasuki 2023, Zulhas mengatakan, sektor perdagangan akan tetap optimis meski dilanda ketidakpastian ekonomi global. Kemendag menjamin ketersediaan pangan tahun ini akan aman serta dengan pengendalian impor secara selektif.
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksi produksi beras periode Januari-April 2023 mencapai 16 juta ton. Luasan itu dihasilkan dari 5 juta hektare luas panen, berdasarkan perhitungan dengan metode SISCrop 2.0 yang menggunakan citra satelit.
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementan, Husnain, mengatakan, proyeksi tersebut masih dapat berubah dalam beberapa bulan ke depan. Sebab, pengamatan melalui citra satelit juga akan berubah seiring masuknya periode tanam.
“Dalam beberapa bulan ke depan, Januari, Februai akan terkoreksi karena ada fase-fase tanam dari generatif dan vegetatif. Di fase vegetatif dua baru final karena itu adalah masa panen,” kata Husnain, pekan lalu.
Metode penghitungan proyeksi itu dimulai dari mengklasifikasikan fase tanaman padi kemudian dilanjutkan dengan estimasi produktivitas padi. Kedua tahapan itu dimulai dengan prose yang sama, yakni mengunduh data citra satelit, identifikasi, analisis, dan verifikasi lapangan.
Data tersebut pun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain soal produksi, data yang dimiliki Kementan juga sekaligus menghitung kebutuhan pupuk yang dibutuhkan para petani. Namun Husnain menekankan, Kementan tentunya akan mengacu kepada Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga yang ditunjuk untuk merilis data secara resmi. rep/mb06