JAKARTA – Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (Apkli) menilai wacana pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran ditolak para pedagang kaki lima (K-5). Di tengah pemulian ekonomi pasca pandemi dan kenaikan harga rokok 2023 akan mematikan usaha pedagang kaki lima.
Ketua Umum Apkli Ali Mahsun mengatakan selama ini penjualan rokok secara eceran meupakan salah satu penopang utama pendapatan para pedagang kaki lima. Oleh karenanya, wacana pelarangan ini bakal menggerus pendapatan pedagang ka lima secara signifikan.
“Dampak kebijakan ini akan sangat signifikan mengurangi pendapatan, karena pedagang kaki lima biasanya memang membeli per bungkus di warug dengan harga normal. Misalnya satu bungkus mereka beli Rp 23 ribu, kemudian dia jual eceran 2-3 batang senilai Rp 5 ribu. Klau kemudian penjualan eceran dilarang, pasti keuntungan akan anjlok,” ujarnya.
Menurutnya di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi, wacana ini memberatkan dan tidak adil bagi para pedagangkaki lima. Dari sisi lain, harga rokok juga dipastikan akan meningkat pasca keputusan kenaikan cukai.
Apalagi jumlah pedagang kaki lima di Indonesia tidak sedikit. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 mencatat, pekerja informal yang mencakup pedagang kaki lima ada sebanyak 78,14 juta orang. Sementara jumlah pedagang kaki lima diperkirakan lebih dari 25 juta orang.
Selain mengurangi pendapatan pedagang K-5, Ali menyebut wacana kebijakan ini juga bakal menambah beban konsumen perokok dewasa. Sebab mayoritas pembeli rokok batangan merupakan masyarakat kelas mengah bawah yang kondisi keuangannya terbatas atau terbiasa mengkonsumsi rokok dalam jumlah yang sedikit. “Makanya kami juga sedang mempersiapkan untuk mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi dapat kembali meninjau wacana kebijakan ini,” ucapnya.
Alih-alih mewacanakan larangan penjualan rokok batangan, Ali menyarankan pemerintah untuk menegakkan regulasi yang suda ada agar kondisi ekonomi tetap terjaga stabil.
Terkait konsideran wacana kebijakan ini untuk mengurangi jumlah perokok anak di bawah umur. Sebab, dia bilang anggota Apkli juga telah diimbau tidak menjual rokok kepada anak di bawah umur.
“Kalau penjualan kepada anak di bawah umur, itu sudah ada aturannya yang memang dilarang. Semua masyarakat dan pemerintah perlu untuk mendorongnya. Oleh karenanya, aturan itu memang peru dipertegas, dan dijalankan lebih baik di lapangan pengawasannya,” ucapnya.
Wacana kebijakan larangan penjualan rokok batanan mengemuka setelah Presiden Jokowi meneken Keputusan Presiden 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerinth Tahun 2023.
Dalam beleid tersebut dijelaskan, PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif brupa Produk Tembakau bagi Kesehatan diusulkan untuk direvisi dengan mencantumkan poin larangan penjualan rokok batangan Adapun usulan revisi tersebut disinyalir merupakan kepentingan yang didorong oleh kelompok-kelompok anti tembakau asing.
Sementara Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan pun sepakat wacana kebijakan ini perlu ditinjau kembali. Dia menilai melarang penjualan rokok batangan cenderung tidak efektif untuk mengurangi peredaran rokok.rep/mb06