BANJARMASIN – Pegiat lingkungan dan aktivis Eco Enzyme Nusantara, Akbar Rahman menilai kapasitas tempat pembuangan sampah (TPS) yang ada di Kota Banjarmasin semakin overload.
Hal ini seiring semakin meningkatnya volume sampah yang dibuang oleh warga kota dari hari ke hari. Pemandangan ini dapat terlihat nyata dari penumpukan sampah yang ada di tempat pembuangan sampah (TPS) hingga meluber ke jalan. Bahkan, turut pula berserakan ke sungai jika TPS tepat berada di tepi sungai.
Fakta ini dapat dilihat saat sore hingga malam tampak TPS sekitaran Jalan Cemara Kayutangi, Belitung, HKSN, Kampung Gadang, Lingkar Dalam Selatan, dan sejumlah TPS lainnya.
Penumpukan sampah tersebut juga menganggu ruas jalan yang dilalui warga dan dapat menyebabkan kemacetan. Bahkan, penumpukan di TPS yang berada ditepi jalan atau sungai merusak pemandangan, dan memyebabkan aroma tidak sedap serta dapat menggangu kesehatan. Jelas pemandangan ini membuat citra kota kurang baik.
“Di Kota Banjarmasin harusnya tidak lagi menggunakan metode lama atau konvesional. Pemerintah kota seharusnya dapat memilih metode baru dalam mengelola dan mengurangi tumpukan sampah,” ucap Akbar Rahman kepada jejakrekam.com, Selasa (27/12).
Pakar kota Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini mengatakan metode pemilahan sampah seharusnya sudah dikenalkan dan diterapkan ke warga urban. Yakni, melalui edukasi dan regulasi, sehingga warga kota seharusnya dapat memilih dan memilah sampah yang dapat didaur ulang ataupun tidak.
Akbar mengatakan sejatinya pemerintah kota harus dengan tegas menegakkan aturan pengelolaan sampah. Misalnya, mengenakan sanksi kepada masyarakat yang membuang sampah tidak sesuai aturan.
“Untuk kontrol dan pengawasan pembuangan sampah di TPS. Pemasangan CCTV (kamera pengawas) di TPS dapat menjadi opsi agar pemerintah dapat mendaklanjuti warga yang kedapatan membuang sampah tidak sesuai aturan. Karena sampah merupakan tanggungjawab kita masing-masing, maka kita harus betul-betul dapat membuang sampah dengan benar,” papar doktor urban design lulusan Saga University Jepang ini.
Masih kata Akbar, solusi terkait pembuangan sampah itu, jelas bertujuan untuk memudahkan pengawasan. Menurut dia, plastik tempat sampah warga juga dapat ditentukan berbeda-beda di setiap wilayah.
“Misal wilayah A plastik tempat sampahnya harus berwarna merah. Jadi, setiap warga hanya dapat membuang sampah di TPS berwarna plastik merah yang sudah ditentukan. Maka akan ketahuan jika ada warga diluar wilayah A membuang sampah ke TPS itu,” urai Akbar.
Dia mencontohkan solusi terkait pembuangan atau penanganan sampah itu. Berdasar pengalaman di Jepang, justru warganya diharuskan untuk memisahkan sampah berdasar kategori organik, non organik, dan sampah B3 yang sudah dipilah di rumah masing-masing.
“Di Jepang untuk membuang sampah selain ditentukan waktu membuang sampah. Mereka juga ditentukan jenis sampah dan waktu membuangnya. Warga di sana telah memilah terlebih dahulu di rumah dan pembuangannya sesuai dengan jenis sampah pula,” papar Akbar.
Menurut Akbar, warga Jepang juga diberi kalender jadwal membuang sampah selama satu tahun oleh pemerintah setempat, sehingga tahu kapan waktu dalam pembuangan sampah.
“Itulah yang dapat mengurangi tumpukan sampah di TPS. Jelas, mau tidak mau warganya harus memilah sampahnya. Makanya, perlu edukasi dan regulasi dalam pengelolaan sampah agar tidak terus meningkatkan volume timbunan sampah,” tandasnya. jjr