
AMUNTAI – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Hj Gusti Iskandariah, mengaku merinding atas laporan sebuah sekolah lebih dari 100 anak rentan putus sekolah.
“Ada wakil kepala sekolah menyampaikan kepada saya, jumlah anak rentan putus di tempatnya mencapai 104 anak dari 185 orang siswa,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, dua pengawas SLTA yang hadir dalam rapat koordinasi bersama DPPPA mengakui tentang kondisi rentan putus sekolah, bahkan terdapat 50 persen siswa sekarang belajar di pendidikan paket.
“Jika yang putus sekolah dan pindah ke pendidikan paket mencapai 50 persen, berarti banyak siswa rentan putus sekolah,” katanya.
Baru-baru ini ia juga menerima laporan sebanyak tujuh siswa di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Amuntai, bahkan terancam diberhentikan dari sekolah karena pelanggaran tata tertib di sekolah.
Menurutnya, sekolah tidak boleh memberhentikan siswa, bahkan memberikan diskorsing juga harus dengan bijak.
“Terhadap kenakalan anak hanya perlu kesabaran untuk pembinaannya. Sebab jika anak sampai putus sekolah akan berdampak bagi masa depan, dan berpotensi akan terjadi perkawinan anak serta melahirkan generasi stunting kembali,” ujarnya.
Pihak DPPPA HSU sempat menggelar rapat koordinasi untuk mencari solusi permasalahan tersebut dengan mengundang dinas terkait, namun beberapa dinas tidak hadir dan diwakilkan saja.
“Kita menggelar rapat koordinasi untuk mencari pemecahan masalah anak rentan putus sekolah dalam rangka memberikan perlindungan hak anak,” ucap Gusti.
Ia bersyukur setelah sempat diskorsing dewan guru, DPPPA melakukan musyawarah dengan Disdikbud HSU serta dewan guru yang akhirnya mencabut skorsing terhadap enam siswa, dan mereka kembali bersekolah sambil dilaksanakan konseling.
Gusti juga menemukan fakta lain, beberapa anak usia sekolah kini melanjutkan pendidikan di paket A, yang berarti mereka telah berhenti di sekolah formal.
“Bisa saja belajar paket A, cuma dikhawatirkan kualitas belajarnya mungkin tidak maksimal,” katanya.
Ia mengaku miris menerima laporan beberapa guru yang mengatakan beberapa siswa berasal dari keluarga kurang mampu, terpaksa ke sekolah kadang tanpa sarapan dan uang saku.
“Saya berharap pemerintah daerah melalui instansi terkait mencari jalan keluar bersama, agar jangan sampai anak-anak dari keluarga kurang mampu putus sekolah,” ujarnya.
Gusti juga berharap Disdikbud HSU dibantu dewan guru dapat memetakan jumlah siswa yang rentan putus sekolah, agar bersama-sama dengan DPPPA, dinas sosial, dan instansi terkait dapat mencarikan solusinya.
“Hal ini tidak hanya menyangkut masalah yang terjadi di sekolah yang dilaporkan menskorsing siswanya tadi, melainkan semua sekolah untuk dilakukan pengawasan, mengingat pascapandemi Covid-19 berdampak menurunkan pendapatan ekonomi keluarga siswa,” jelasnya.
Pihaknya juga tengah menyiapkan Rencana Aksi Nasional Peningkatan Kesejahteraan Anak Sekolah dan Remaja untuk tingkat Kabupaten HSU, agar bersama mencegah anak putus sekolah.
Pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten HSU Didi Kesuma Ahyani mengatakan, hasil rapat dengan pihak DPPPA akhirnya hanya satu anak pindah sekolah.
“Kesepakatan pihak sekolah dengan orangtua siswa agar memindahkan anaknya ke sekolah lain mulai awal tahun ajaran ini, karena kronologis pelanggaran tata tertib sekolah yang sudah terlalu banyak dilakukan siswa bersangkutan,” terangnya.
Ia menambahkan, pemindahan masih dalam proses dan hingga saat ini tidak ada anak yang diberhentikan. Namun terkait anak usia sekolah yang mengikuti pendidikan paket A, menurutnya merupakan hak anak dan orangtuanya. ant