JAKARTA – Subsidi pembelian mobil dan motor listrik yang akan mulai disalurkan tahun depan, dinilai berpotensi mendongkrak penjualan. Efeknya diperkirakan ekonom bakal menyerupai insentif untuk pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap mobil konvensional yang pernah dikucurkan pemerintah.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Mohamad Faisal, hal tersebut dukung oleh kondisi perekonomian nasional yang diproyeksi masih resilience di kisaran 4,5 hingga 5 persen pada 2023 sehingga membuat daya beli terjaga.
Dia meyakini, transmisi dari resesi ekonomi yang melanda negara-negara maju di dunia terhadap Indonesia tidak akan signifikan karena masih relatif kuatnya daya beli di pasar domestik tahun depan.
“Dengan demikian, insentif pembelian mobil listrik diperkirakan bakal memberikan efek yang sama besarnya seperti kebijakan PPnBM terhadap mobil konvensional,” kata Faisal.
Tahun lalu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan wholesales kendaraan roda empat naik 66,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dengan jumlah total 887.200 unit.
Tren yang sama juga telah terjadi di industri mobil listrik. Ketua Umum Gaikindo Yohanes Nangoi mengatakan realisasi penjualan mobil listrik di Indonesia pada periode Januari – November 2022 mencapai 7.923 unit. Atau, sekitar 93 persen dari target. Penjualan mobil listrik di Indonesia tahun ini jauh di atas 2021. Data Gaikindo mencatat jumlah electric vehicle (EV) yang terjual tahun lalu hanya sebanyak 687 unit.
“Tahun depan, Gaikindo memperkirakan penjualan mobil listrik di Tanah Air cenderung sama dengan tahun ini, yakni mencapai 8.500 unit,” kata Yohanes.
Sekadar tambahan, penjualan mobil hybrid periode Januari – November 2022 juga mengalami kenaikan sebesar 65,84 persen yoy dari 2.472 unit. Total, mobil hybrid yang terjual pada periode tersebut mencapai 7.235 unit. bisn/mb06