JAKARTA – Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengeluhkan tingginya biaya logistik di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan produk dalam negeri kalah saing dengan produk impor dari China dan India.
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, mengatakan biaya logistik yang ada saat ini bakal meningkat ketika pelarangan truk sarat muatan berlaku awal 2023. Pelarangan truk sarat muatan akan mendorong industri memperbanyak angkutan, sehingga biaya logistik bisa melonjak 25 persen.
Menurut Edy, naiknya harga keramik akan mengurangi daya saing industri dalam negeri, lantaran konsumen akan memilik produk impor yang lebih murah.
“Kami melihat bahwa produk lokal mana kala kami naikkan harga jual tidak akan berdaya saing lagi dengan produk impo Ini yang kami hadapi sejak 2014 di mana industri keramik stagnan sebelum pemerintah naikkan harga gas. Kami kalah bersaing dengan prduk impor China dan India,” kata Edy.
Oleh sebab itu, kebijakan Zero Over Dimension dan Over Load (ODOL) 2023 turut menjadi kekhawatiran pelaku industri keramik. Edy menyebut dengan kenaikan sebesar 25 persen, ongkos angkut produk industri keramik dari Jawa Barat ke Jawa Timur bisa naik dari Rp5.000 menjadi Rp7.000 per 1 meter persegi.
Di sisi lain, dia juga menyebut ongkos angkut menggunakan kontainer 20 feet dari Jakarta ke Medan sebesar Rp13,5 juta atau Rp7.500 per 1 meter persegi.
Edy mengklaim bahwa ongkos angkut dari China dan India justru lebih rendah dari itu. Misalnya, dia menyebut ongkos angkut kontainer berukuran 20 feet dari China ke Indonesia (Jakarta, Semarang, Surabaya) yakni kitar US$215 per kontainer. Jika dibagi ke satuan meter persegi, dia menyebut ongkos angkut dari China sampai dengan tiga lokasi sentra industri keramik di Indonesia itu hanya sekitar Rp1.800 per 1 meter persegi.
“Betapa jomplangnya logistic cost kita. Kami juga punya data akurat dari India satu kontainer 20 feet ke tiga tempat ini hanya US$300. Kalau dibagi ke meter persegi itu Rp2.600. Jomplang sekali,” ujarnya.
Seperti halnya Asaki, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) turut menyampaikan keberatannya terkait dengan pemberlakuan Zero ODOL pada awal 2023.
Bagi Gapki, adanya pelarangan truk sarat muatan bakal mendorong pengusaha kelapa sawit untuk mengeluarkan biaya investasi tambahan demi menambah jumlah armada hingga 70.000 unit truk.
“Itu butuh supir dan dana investasi yang cukup besar. Kami kalkulasi dengan adanya penerapan ODOL jumlah investasi yang kmai harus siapkan itu Rp32 triliun,” ujar Anggota Gapki Budi Saputra, pada kesempatan yang sama.
Untuk itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menekankan bahwa penerapan kebijakan Zero ODOL 2023 akan dilakukan secara bertahap. Ada beberapa jenis angkutan barang yang akan diberikan toleransi, kendati penegakan hukum tetap dilakukan.bisn/mb06