
Kartu Kredit Pemerintah (KKP) adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja yang dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit KKP, dan satuan kerja (satker) berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.
KKP mulai diterapkan pada tahun 2018 berdasarkan PMK Nomor 196/PMK.05/2018 tanggal 31 Desemeber 2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. Dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi yang salah satunya ditandai dengan bertambahnya transaksi berbasis elektronik melalui kartu kredit di dalam negeri maka pada tanggal 29 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo telah meluncurkan Kartu Kredit Pemerintah Domestik (KKP Domestik). KKP Domestik adalah skema pembayaran domestik berbasis fasilitas kredit untuk memfasilitasi transaksi pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk Kartu Kredit Pemerintah yang diproses secara domestik. Alat pembayaran ini digunakan oleh satker untuk melakukan pembayaran terkait transaksi atas belanja Negara dalam penggunaan Uang Persedian (UP) KKP. Penerbitan KKP Domestik dilakukan oleh Bank Penerbit KKP Domestik yaitu bank yang sama dengan tempat rekening Bendahara Pengeluaran (BP)/Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) dibuka dan Kantor Pusat Bank telah melakukan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan. Setelah diluncurkan pada tanggal 29 Agustus lalu, KKP Domestik efektif diimplementasikan mulai tanggal 1 September 2022. Adanya KKP Domestik diluncurkan bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor, mengefisienkan biaya pemrosesan, mengedepankan kemandirian nasional, mengamankan data dan transaksi, mengoptimalkan skema domestik, dan memperluas akseptasi khususnya UMKM.
Sampai dengan saat ini data menunjukkan bahwa transaksi kartu kredit di Indonesia didominasi oleh transaksi domestik yaitu sekitar 80%. Dari 80% tersebut, hampir seluruhnya atau 90% diproses di luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa proses KKP masih banyak dilaksanakan di luar domestik. KKP Domestik hadir untuk menjembatani pelaksanaan pembayaran belanja negara yang dapat dilakukan dengan skema domestik sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor dan mampu menekan biaya menjadi lebih efisien. Pemerintah telah menganggarkan belanja barang dan jasa pemerintah setiap tahunnya mencapai Rp800 Triliun. Dari anggaran tersebut, transaksi dengan menggunakan KKP Pusat dan Daerah berpotensi cukup besar untuk dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN proporsi Uang Persediaan/UP ialah UP Tunai sebesar 60% dan UP KKP sebesar 40%. Hal tersebut diatur guna mengoptimalkan skema domestik.
Selain itu pada 25 Maret 2022 tepatnya di Bali Presiden mencanangkan program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI). Dengan adanya penggunaan KKP Domestik ini diinisiasi juga sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap belanja produk dalam negeri untuk menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI) tersebut. KKP domestik juga sejalan dengan misi bangga buatan Indonesia yakni menggunakan sistem pembayaran berbasis QRIS milik negeri sendiri untuk belanja produk dalam negeri.
Sekilas mengenai QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard yang merupakan teknologi pembayaran digital sebagai bentuk upaya standardisasi oleh Bank Indonesia untuk semua perusahaan yang memanfaatkan teknologi finansial (fintech). Prinsipnya ialah dengan menyatukan berbagai macam QR code dari beragam Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) sehingga seluruh QR code akan terintegrasi dengan seluruh aplikasi pembayaran dengan satu jenis QR code. Transaksi dapat dilakukan dengan pemindaian di satu tempat yang sama, yaitu pada QRIS di merchant yang bekerjasama dengan program ini. Melalui ekosistem QRIS tersebut, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dapat menggunakan KKP Domestik di lebih dari 20 juta merchants QRIS se-Indonesia dan akan terus bertambah.
KKP Domestik dikembangkan menggunakan mekanisme QRIS berbasis sumber dana kredit sehingga seluruh transaksi diproses di dalam negeri. Pelaksanaan uji coba KKP Domestik dibagi dalam 2 tahap. Tahap pertama ialah KKP Domestik dengan menggunakan metode transaksi QRIS digunakan untuk memenuhi keperluan belanja barang, modal, dan perjalanan dinas jabatan. Sedangkan tahap kedua untuk KKP Domestik dengan menggunakan kartu kredit secara fisik dan tambahan metode transaksi QRIS dari mobile banking yang diutamakan untuk pembelian produk dalam negeri yang disediakan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi.
Selain dapat digunakan di lebih dari 20 juta merchant QRIS yang terinterkoneksi antar penyelenggara, KKP Domestik juga dapat memfasilitasi belanja pengadaan Pemerintah melalui platform yang disediakan secara terpusat oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), a.l. Toko Daring. Penggunaan KKP Domestik dilakukan dengan nilai belanja paling banyak Rp200 Juta untuk satu penerima pembayaran untuk transaksi pengadaan barang/jasa yang merupakan produk dalam negeri yang disediakan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi melalui sarana katalog elektronik dan toko daring yang disediakan oleh lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah dan marketplace berbasis platform pembayaran pemerintah yang disediakan oleh Kementerian Keuangan. Adapun batasan belanja (limit) KKP Domestik dalam rangka keperluan operasional kantor dan perjalanan dinas jabatan ialah paling banyak sebesar UP KKP Domestik yang telah disetujui.
KKP Domestik dalam penggunaannya menerapkan prinsip fleksibel, aman, efektif, akuntabel, dan akselerasi. Fleksibilitas ditunjukkan melalui kemudahan penggunaan kartu dengan jangkauan pemakaian yang lebih luas melalui mesin EDC/media daring/QRIS. KKP Domestik juga meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, meminimalisasi uang tunai, mengurangi fraud dari transaksi tunai serta mengurangi idle cash. Selain itu dari prinsip akuntabel yang ditunjukkan dengan adanya akuntabilitas pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan UP Kartu Kredit Pemerintah. Kesemuanya itu diharapkan dapat mendukung akselerasi dalam mengoptimalkan penggunaan uang persediaan oleh satuan kerja dan meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri yang dihasilkan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi.
Dalam pelaksanaan pembayaran dan penggunaan KKP Domestik terdapat peran berbagai pihak seperti perbankan, Kementerian/Lembaga, Kementerian Keuangan. Peran Perbankan dalam KKP Domestik adalah mendampingi K/L dan Pemda untuk segera memanfaatkan KKP Domestik dengan fitur QRIS maupun KKP Domestik secara fisik, melakukan perjanjian kerjasama, pelayanan penerbitan KKP Domestik, dan standardisasi pelayanan dalam penggunaan/pembayaran KKP Domestik. Sedangkan untuk Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Perbendaharaan) memiliki peran melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan pembayaran dengan KKP Domestik secara berjenjang dan berkala melalui penyusunan Rekapitulasi Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembayaran dengan KKP Domestik baik tingkat pusat, tingkat Kantor Wilayah, tingkat Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), maupun di tingkat satker.
Melihat besarnya potensi dan manfaat dari penggunaan KKP Domestik sebagai fasilitator dan jembatan dalam pelaksanaan pembayaran belanja negara, harapan kedepannya ialah KKP Domestik dapat memberikan sumbangsih atau kontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan keuangan inklusif, kesehatan fiskal, dan efisiensi ekonomi. Penggunaan KKP di pemerintah pusat maupun daerah diharapkan juga akan membantu meningkatkan kelas UMKM menuju digital melalui pemanfaatan ekosistem QRIS yang sejalan dengan misi bangga buatan Indonesia.