Oleh: Adzkia Tharra Safira Amd.Kes
Kenakalan remaja semakin hari semakin menjadi-jadi, dimulai dari pergaulan bebas yang semakin marak, pembully an yang semakin banyak, hingga aksi tawuran yang seakan menjadi “budaya” di kalangan para remaja. Hampir setiap hari kita di suguhi berita tentang adanya tawuran antar remaja yang tak kunjung selesai. Fenomena tawuran terjadi di berbagai tempat, salah satunya seperti berita tawuran antar remaja yang terjadi di Banjarmasin beberapa waktu lalu. Minggu (26/09/2021).
Sebuah video berdurasi 19 detik beredar viral di media sosial, baik di facebook maupun pesan online seperti grup-grup WhatsApp. Dalam tayangan video tawuran yang pecah di Banjarmasin, dua kelompok pemuda tampak berhamburan di kawasan Siring Piere Tendean, Kota Banjarmasin, saling serang di jalan umum, sementara masyarakat umum lainnya kelihatan menghindar menjauhi lokasi kasi tawuran antar kelompok terebut. Masing-masing kelompok ada yang mempersenjatai dengan kayu, namun adapula yang hanya dengan tangan kosong. Selebihnya tawuran antar kelompok di Banjarmasin ini menggunakan apa saja yang ad di lokasi untuk saling serang.
Saksi mata di lokasi kejadian mengungkap, kawasan wisata Siring Bakantan, Kota Banjarmasin memang sering dijadikan ajang kenakalan remaja, salah satunya tawuran antar kelompok. Parahnya, mereka menggunakan senjata tajam. Tawuran melibatkan antar dua kelompok remaja yang rata-rata berusia antara 14 hingga 18 tahun.
“Kelompok yang satu diperkirakan 20 orang lebih, dan kelompok lawan juga demikian sama – sama banyak, makanya jalan depan siring penuh dengan anak-anak tadi. Kasihan pengendara motor dan mobil terganggu, bahkan ada yang terhenti,” tutur warga yang enggan menyebutkan nama, dan mengaku puluhan tahun tinggal sekitar Siring Jalan Piere Tendean Banjarmasin.
Selain disebabkan oleh kenakalan remaja, tawuran itu juga diduga terinspirasi dari video animasi tawuran antar geng. Direktur BLF Pazri menyebutkan, tawuran remaja kostum putih dan hitam, kuat dugaan terinspirasi film atau video animasi seperti Tokyo Revenggers yang menceritakan dua geng Tokyo Manji berkostum hitam dan Geng Valhalla berkostum putih.
“Berawal saling olok, sehingg berakhir dengan aksi saling melukai antar kelompok yang berseteru, hal itu juga perlu ditelusuri sebagai bahan kajian dan masukan dalam pencegahan semua pihak,” terangnya. Apalagi lanjutnya, pada kelompok tersebut melibatkan anak-anak di bawah umur yang masih dalam masa pencarian jati diri. Sehingga memerlukan kelompok yang menguatkan eksistensi mereka.
Dari pemaparan fakta di atas, faktor pemicu tawuran pelajar disebabkan dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari diri remaja berupa faktor-faktor psikologis sebagai manifestasi dari kondisi internal remaja dalam menanggapi nilai-nilai di sekitarnya.
Faktor internal antara lain sebagai berikut:
Pertama, krisis identitas. Sudah jamak kita ketahui, remaja seperti kehilangan arah dan jati dirinya sebagai hamba Allah SWT. Sistem sekulerlah yang mengikis identitas tersebut . Remaja menjelma menjadi pribadi yang sekadar mengikuti tren dan budaya yang berkebalikan dengan ajaran Islam.
Kebanyakan remaja tidak begitu mengenal agamanya sendiri sehingga penafsirannya tentang kehidupan sekadar hanya untuk having fun, bergaya hidup hedonis liberal, dan cenderung menabrak halal-haram demi meraih kepuasan materi.
Setiap remaja pasti ingin mengaktualisasi dirinya di tengah masyarakat agar keberadaannya diakui. Eksistensi diri seperti ini jika tidak diarahkan pada pemikiran yang benar jelas akan menghilangkan hakikat identitas dirinya sebagai generasi Islam dan hamba yang wajib taat dan terikat dengan aturan Islam.
Kedua, kontrol diri yang lemah. Pengaruh sistem sekuler sangat berdampak pada keimanan dan ketakwaan para remaja. Akidah sekuler telah menghilangkan peran remaja sebagai pelaku perubahan. Mereka justru menjadi pelaku maksiat dan kriminal.
Jiwa mereka tereduksi pemikiran sekuler liberal. Batinnya kering dan kosong dari keimanan dan nilai-nilai Islam. Jadilah mereka generasi yang mudah frustrasi, galau, bingung, emosi labil, cenderung meledak-ledak, merasa insecure, dan nirempati. Saat masalah menghinggapi, solusi sumbu pendek dilakukan, seperti tawuran, pengeroyokan, bunuh diri, bahkan pembunuhan.
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan remaja terlibat tawuran ialah lingkungan sosial tempat mereka tumbuh dan berkembang, terdiri dari tiga aspek, yaitu pertama, keluarga adalah tempat pendidikan pertama bagi remaja sejak usia dini hingga dewasa. Baik buruknya pendidikan akan berpengaruh pada kepribadian anak.
Orang tua mestinya memberi bekal pemahaman Islam kepada anak agar ia terbiasa beramal dan berperilaku sesuai syariat Islam. Orang tua harus menanamkan akidah Islam sejak dini agar terbentuk dalam diri anak keimanan dan ketaatannya kepada Allah Taala.
Kedua, sekolah dan masyarakat. Kehidupan remaja tidak akan terpisah dari dua lingkungan sosial ini. Sekolah menjadi tempat mereka menuntut ilmu, masyarakat menjadi tempat mereka mengembangkan diri.
Siklus pertemanan biasanya muncul dari sekolah dan masyarakat. Teman inilah yang memberi dampak lebih besar terhadap perilaku remaja. Kasus tawuran pelajar biasanya terjadi karena rivalitas antarsekolah, pengaruh gengsi, dan tekanan teman sebaya.
Ada anggapan di kalangan pelajar, “Enggak ikut tawuran itu pecundang. Enggak mau ambil risiko tawuran namanya cemen dan tidak gentlemen.” Anggapan inilah yang mendorong para pelajar melakukan aksi tawuran berkelompok atau terbentuk geng-geng di sekolah sebagai ajang gagah-gagahan dan bertahan diri agar tidak di-bully.
Ketiga, negara. Lingkungan baik bagi remaja tidak akan terwujud jika negara tidak mengambil peran sentralnya, yaitu sebagai penjaga dan pelindung generasi dari pengaruh budaya dan pemikiran asing yang merusak moral generasi. Peran penting yang dimaksud ialah negara wajib menciptakan suasana takwa pada setiap individu rakyat. Negara menerapkan kurikulum dan sistem pendidikan Islam secara menyeluruh.
Negara berkewajiban melindungi generasi dari paparan ideologi kapitalisme sekuler yang merusak kepribadian mereka. Negara juga wajib menyaring tontonan dan tayangan tidak mendidik yang mengajarkan budaya dan nilai liberal.
Untuk mewujudkan generasi takwa dan antitawuran, haruslah dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan sistem kehidupan Islam secara kafah. Penerapan sistem pendidikan Islam harus terlaksana secara tersadar, terstruktur, dan tersistem dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian generasi, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara.
Tujuan pendidikan Islam adalah menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi. Dengan Islam, identitas remaja tidak akan terombang-ambing dan mudah terbawa arus. Mereka mampu menjadi generasi umat terbaik yang mengisi waktunya untuk menuntut ilmu, belajar Islam, dan memberi kemaslahatan bagi umat dan negara.
Bukankah harapan dan cita-cita kita semua demikian? Pemuda bertakwa, penuntut ilmu, aktivis dakwah, dan pelopor kebangkitan peradaban Islam. Dalam asuhan sistem Islam, remaja mampu menjadi teladan bagi umat abad ini. Insyaallah.