BANJARMASIN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan bersama DPRD Kalsel terus menggodok rancangan peraturan daerah (Raperda) tahun 2023, untuk mengatasi masalah stunting yang menjadi momok bagi daerahnya.
Mengacu hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Kalsel yaitu 30% di atas angka nasional yakni 24,4%.
Berdasarkan rilis dari Humas BKKN Kalsel yang diterima Antara di Banjarmasin, Senin (12/12), sebelum menyiapkan perda dimaksud, DPRD Kalsel yang dipimpin Gina Mariati selaku Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), melakukan audiensi dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengapresiasi dengan baik inisiatif yang dilakukan DPRD Kalsel berkaitan dengan perda stunting tersebut. Menurut Hasto, Kalsel merupakan provinsi pertama yang membuat perda terkait stunting.
“Kita apresiasi karena belum ada yang datang ke BKKBN pusat untuk membuat Perda, terutama provinsi,” kata Hasto saat menerima perwakilan DPRD Kalsel beserta SKPD terkait di ruang rapat serbaguna BKKBN, Jakarta, Senin.
Hasto memberi masukan kepada DPRD Kalsel untuk melibatkan Corporate Social Responsibility atau CSR perusahaan dalam Perda tersebut. Dia pun menjelaskan bahwa 5% keuntungan bersih perusahaan yang ada di Kalsel bisa disumbangkan untuk menjalankan program penurunan stunting.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel Gina Mariati mengaku senang mendapatkan banyak masukan dari Kepala BKKBN Hasto Wardoyo terkait penanganan stunting.
Menurutnya permasalahan stunting yang paling utama di Kalsel yakni kekurangan gizi, masalah air bersih, rumah tidak layak huni pencemaran lingkungan dan tingginya perkawinan anak.
“Faktor kawin muda, Kalsel itu agamanya kuat jadi kenapa kadang-kadang ketika kami sering turun ke lapangan salah satunya ketidaksiapan rumah tanggal, hamil, melahirkan, tidak ada pembelajaran bagaimana mengurus anak lalu terjadi bayi-bayi kurang gizi,” ungkap Gina. ant