Oleh : Nor’alimah, S.Pd (Pendidik dan Pemerhati Generasi)
Pemerintah berencana membagikan bantuan penanak nasi atau rice cooker kepada masyarakat pada 2023 nanti. Rencana ini terungkap dalam diskusi publik secara virtual pada Jumat, 25 November 2022 yang diselenggarakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagaimana disimak Kompas.com melalui laman Youtube resmi ESDM. Rencananya akan ada minimal 680.000 unit penanak nasi yang akan disalurkan ke Kelompok Penerima Manfaat (KPM). (Kompas.com, 28/11/2022)
Edi menjelaskan berdasarkan perhitungan penggunaan penanak nasi listrik akan lebih hemat dibandingkan dengan kompor LPG 3 kg. Menurutnya, potensi manfaat dari pembagian penanak nasi ini adalah penghematan subsidi sebesar Rp 52,2 M. Potensi manfaat lain adalah pengurangan volume LPG yakni 19,6 ribu ton, penghematan devisa, yakni USD 26,88 juta serta peningkatan konsumsi listrik 42,84 GWh atau setara dengan pembangkit 54,74 MW.
Beberapa waktu lalu kita juga mendapatkan informasi rencana pemerintah melakukan konversi motor listrik. Bahkan pemerintah akan memberikan subsidi pembelian motor listrik sebesar Rp6,5 juta kepada masyarakat. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan pemerintah bakal menerbitkan kebijakan baru terkait percepatan kendaraan listrik. Kebijakan ini disebut akan diumumkan sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). (CNN Indonesia, 8/12/2022)
Meski kebijakan ini belum final, namun fakta diatas perlu untuk dikritisi. Di tengah kondisi masyarakat yang serba sulit hari ini.
Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi menyebut bagi-bagi rice cooker gratis sebagai program mubazir dan tidak efektif sama sekali. Ia menggangap alasan memberikan kontribusi energi bersih tidak signifikan dan kontribusinya kecil. Ia ingin sebelum ada uji coba Kementerian ESDM melakukan perhitungan yang matang. Pengurangan penyerapan listrik dengan memakai rice cooker tidak signifikan jika bertujuan untuk mengatasi over supply listrik. (KompasTV, 3/12/2022)
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, melihat penggunaan kendaraan listrik merupakan pilihan tepat di masa depan. Namun, dia menilai pemberian subsidi ke motor listrik sebagai strategi transisi adalah cara yang kurang tepat.
Pada 2024, pemerintah menargetkan penggunaan 1,2 juta unit sepeda motor listrik. Setiap motor listrik akan disubsidi Rp6,5 juta. Untuk mencapai target itu, pemerintah setidaknya akan menggelontorkan hingga Rp7,8 triliun. Djoko Setijowarno mengatakan lebih baik uang tersebut untuk pembenahan transportasi publik yang terjangkau ke banyak tempat dan murah yang akhirnya mengurangi kendaraan pribadi. Lalu angkutan umum dialihkan ke kendaraan listrik. Jika transportasi publik yang diperkuat maka akan mengurangi kemacetan, polusi dan juga menekan inflasi (BBC News Indonesia, 2/12/2022)
Perencanaan yang dilakukan pemerintah seharusnya perlu persiapan yang matang. Karena tujuannya untuk menciptakan kendaraan ramah lingkungan. Jika program motor listrik ingin diterapkan, sementara infrastruktur yang mendukung penggunaan belum tersedia, tentu akan menimbulkan persoalan baru. Diperlukan adanya pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang memadai dan tersebar, bengkel-bengkel perawatan motor listrik yang memadai dan harganya terjangkau.
Terlebih lagi biaya konversi listrik yang mahal, membuat sebagian masyarakat enggan beralih ke motor listrik. Begitu pula dengan pembagian rice cooker yang diharapkan bisa mengurangi penggunaan LPG, juga tidak terlalu signifikan. Sebenarnya masyarakat membutuhkan hal yang lebih pokok, yaitu terjaminnya kebutuhan pokok sehari-hari dan lapangan pekerjaan yang tersedia untuk masyarakat. Dibandingkan pembagian rice cooker atau konversi motor listrik.
Lalu siapa yang diuntungkan? Sangat jelas, pengusaha atau produsen adalah pihak yang paling diuntungkan. Sementara rakyat kecil tak mendapat apa-apa. Sebab pembagian rice cooker gratis dan konversi motor listrik tentu membutuhkan perusahaan yang akan memproduksinya dalam jumlah besar.
Kebijakan ini diprediksi akan meningkatkan konsumsi listrik. Sehingga, dengan penggunaan listrik tersebut bisa mengatasi over supply yang terus terjadi selama sembilan tahun terakhir. Over supply listrik PLN terjadi akibat kebijakan pemerintah yang meluncurkan program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW pada Mei 2015 lalu. Yang bermaksud mewujudkan kemandirian dan kedaulatan energi, yang terjadi justru sebaliknya, Indonesia masih bergantung pada swasta untuk merealisasikan kebijakannya.
Inilah potret pengurusan negara dengan sistem kapitalisme. Yang berpihak kepada pengusaha dan oligarki dibandingkan rakyat. Berbagai program-program publik dibuat namun hanya mengarah pada profit para pemilik modal. Negeri ini masih bergantung pada pihak lain dalam menjalankan kebijakan.
Kemandirian dalam mengatur kebijakan negeri ini perlu diwujudkan, diantaranya masalah energi. Sumber energi semisal batu bara yang menjadi hajat hidup orang banyak (milik rakyat), kenyataannya justru dikuasai oleh segelintir orang (para kapital). Realisasi kebijakannya tak lepas dari campur tangan pihak ketiga
Untuk mewujudkan kemandirian tersebut, negara harus merevolusi industri dari industri konsumtif menjadi industri strategis. Dengan membangun industri alat-alat berat yang nantinya menyokong industri lainnya untuk berkembang. Disamping negara harus menjadi pengelola harta milik umum bukan diserahkan kepada asing.
Semisal batu bara yang bisa menjadi bahan bakar pembangkit listrik, yang dikelola sendiri oleh negara. Kemanfaatannya dikembalikan kepada rakyat. Sehingga, tidak ada ceritanya PLN membeli batu bara ke swasta untuk menyuplai listrik ke rakyat. Akhirnya rakyat harus membayar mahal untuk keperluan sehari-hari Demikianlah Islam memandang tentang kemandirian. Ini hanya bisa diwujudkan jika pengelolaan SDA dikembalikan pada syariat Islam. Wallahualam.