
Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
Forum Bulog mengungkapkan rencana impor beras untuk menambah cadangan mereka. Rencana impor disampaikan Direktur Utama Forum Bulog dalam rapat dengar dengan Komisi IV DPR serta Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Rabu, 24/11/2022. Ia menjelaskan Bulog perlu meningkatkan stok sampai 1,2 juta ton hingga akhir tahun 2022. Per 22 November 2022, Bulog tercatat memiliki stok sebanyak 594.856 ton beras, berupa medium (CBP) dan premium (komersial). Jika tidak menambah pasokan maka stok Bulog bisa menipis hingga 342.801 ton. Padahal, ada risiko harga naik dn kejadian luar biasa seperti gempa yang bisa memakan cadangan beras.
Rencana ini langsung memicu pro kontra mengingat impor bisa berdampak kepada harga hingga jutaan nasib petani. Anggota DPR Komisi IV mengingatkan Bulog agar tidak gegabah impor. Pasalnya, ada nasib petani yang dipertaruhkan. Impor bisa menurunkan harga beras dalam negeri sehingga keuntungan petani berkurang. Berdasarkan data jumlah pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai 38,23 juta. Jumlah tersebut setara dengan 29,76% total pekerja di Indonesia (cnbcindonesia.com).
Impor pangan sepertinya sudah menjadi kebijakan andalan saat kebutuhan beras dalam negeri tidak mencukupi. Alhasil, janji pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan masih jauh dari harapan. Padahal, di tingkat petani lokal kebijakan ini justru akan memukul harga jual. Kalaupun ada yang diuntungkan adalah para bandar bermodal besar dan mereka yang berkolaborasi dengan kartel besar.
Jika dicermati, problem yang disebut sebagai alasan impor pangan sesungguhnya bukan semata soal kelangkaan barang, yakni beras. Akan tetapi soal kegagalan negara mewujudkan kedaulatan pangan dan kesemrawutan distribusi serta kesejahteraan yang masih rendah, sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Akar problem inilah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah. Yakni, membangun secara serius kedaulatan pangan. Sembari menyelesaikan semua hambatan distribusi, hingga semua wilayah bisa tercukupi kebutuhannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pemerintah juga seharusnya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa terkecuali. Termasuk melindungi hak para petani lokal sebagai salah satu penentu suksesnya proyek kedaulatan pangan dari kejahatan para spekulan. Hanya saja, upaya-upaya tersebut memang akan sulit terwujud dikarenakan negeri ini masih dicengkeram rezim kapitalis neoliberal. Negara di bawah rezim ini memang tidak disetting menjadi pengurus dan pelindung rakyat. Negara hanya berfungsi sebagai regulator yang membuat regulasi hanya demi keuntungan para kapitalis. Di sisi lain, ketergantungan negara pada impor yang terus dipertahankan justru menjadi jalan yang mengancam kedaulatan negara.
Bulog kekurangan Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sehingga mengusulkan untuk impor. Impor ‘perlu’ dilakukan karena penyerapan beras oleh Bulog rendah. Sementara Kementan gagal menyediakan beras yang dijanjikan. Di sisi lain petani enggan menjual beras ke Bulog karena harga beras sedang tinggi, sementara Bulog membeli dengan harga yang lebih rendah. Persoalan ini menunjukkan adanya kegagalan perencanaan penyerapan beras cadangan dan buruknya koordinasi berbagai pihak terkait. Selain itu, juga dipengaruhi kebijakan pengelolaan pangan yang bersifat kapitalistik sehingga tidak berpihak pada petani seperti naiknya harga pupuk, yang membuat produksi berkurang.
Sebagai gambaran, betapa Kapitalisme merupakan ideologi yang menyengsarakan dan memiskinkan rakyat. Kita tahu negeri ini memiliki kekayaan sumber daya alam sangat melimpah. Namun ironis, rakyatnya masih banyak yang berada dalam garis kemiskinan. Mengapa? Jawaban ringkasnya, karena model pengelolaan kekayaan alam dan sumber daya strategis dikuasai swasta bahkan perusahaan asing.
Sejatinya, kedaulatan pangan pada suatu negara dapat diartikan kemampuannya memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara mandiri tanpa intervensi pihak lain. Karenanya, kedaulatan dalam kemandirian pangan ini mutlak diwujudkan dalam Islam, karena menggantungkan pemenuhan pangan melalui impor dari negara lain dapat menjadi jalan menguasai kaum Muslimin dan hal ini diharamkan dalam Islam.
Islam memiliki sistem pengelolaan terbaik, yang akan menjamin ketersediaan cadangan pangan oleh negara dan melindungi petani beras sehingga dapat berproduksi optimal. Untuk merealisasikannya, Khilafah akan menjalankan politik ekonomi Islam dalam pengelolaan pangan dan pertanian. Secara politik, syariah Islam menetapkan negara wajib bertanggung jawab secara penuh dalam pengurusan hajat publik. Sebab, pemerintah adalah penguasa yang memiliki dua peran utama yakni sebagai raa’in (pelayan) dan junnah (pelindung). Hal ini telah ditegaskan Rasulullah Saw: “Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya), dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Tanggung jawab ini mutlak diemban Khilafah tanpa boleh dialihkan pada pihak lain apalagi korporasi. Khilafah hadir secara utuh dalam pengelolaan pangan mulai dari aspek hulu hingga ke hilir. Di ranah hulu, negara bertanggung jawab menjamin berjalannya proses produksi dan menjaga stok pangan. Karenanya, Khilafah akan mendukung penuh usaha pertanian yang dilakukan rakyatnya. Seperti, memberikan kemudahan akses bibit terbaik, teknologi pertanian terbaru, menyalurkan bantuan, membangunkan infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi, dan sebagainya. Termasuk menyelenggarakan riset-riset pendidikan, pelatihan, dan pengembangan.
Negara menerapkan hukum pertanahan dalam Islam sehingga mencegah penguasaan lahan dan menjamin semua tanah dikelola maksimal. Begitu pula pada aspek distribusi dan stabilisasi harga. Secara prinsip distribusi dan pembentukan harga dalam pandangan Islam mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang terjadi secara alami, tanpa adanya intervensi negara. Pemerintah hanya perlu melakukan pengawasan jika terjadi kondisi yang tidak normal. Oleh karena itu, hanya Khilafah yang mampu mewujudkan kedaulatan pangan, sehingga kebutuhan pangan rakyat terpenuhi secara cukup, terjangkau dan berkualitas, serta menjamin kesejahteraan petani.
Semua ketetapan syariah Islam untuk mengatur kehidupan manusia dan mengatasi berbagai problem. Alhasil, jika kita menginginkan negeri ini berlimpah keberkahan, rakyatnya hidup dalam kebaikan dan kesejahteraan, budayanya menghasilkan peradaban mulia dan agung, maka haruslah diterapkan syariah Islam secara kaffah.[]