Pada penghujung tahun 2022, pecinta sepak bola di seluruh dunia kembali dapat menyaksikan pesta terbesar sepak bola, yaitu Piala Dunia. Piala Dunia adalah ajang sepak bola antar negara yang diselenggarakan empat tahun sekali. Pada edisi tahun 2022, Piala dunia diadakan di Qatar, salah satu negara Jazirah Arab yang kaya akan minyak. Sebagai negara muslim, tentu saja Qatar memberlakukan aturan berdasarkan aturan-aturan Islam. Hal ini menjadi polemik tersendiri bagi pecinta sepak bola yang bukan beragama muslim. Terdapat beberapa aturan yang benar-benar disorot pecinta sepak bola khususnya yang berasal dari negara-negara barat pada perhelatan Piala dunia kali ini, yaitu larangan mengkonsumsi minuman keras di dalam stadion, larangan kampanye LGBT dan larangan memakai busana minim di ruang publik.
Otoritas sepak bola Qatar telah menetapkan aturan larangan mengonsumsi bir atau alkohol bagi para Suporter yang ingin menonton langsung pertandingan Piala Dunia di Stadion. Di Qatar, mengkonsumsi alkohol adalah tindakan ilegal dan bisa dikenai sanksi oleh pemerintah Qatar. Meskipun adanya pelarangan tersebut, bukan berarti mengkonsumsi alkohol di Qatar benar-benar dilarang. Bir atau alkohol di Qatar hanya boleh dikonsumsi di restoran dan bar hotel yang memiliki lisensi. Pihak restoran dan hotel juga akan meminta paspor atau kartu tanda pengenal sebelum memasuki restoran dan hotel. Hal ini dilakukan untuk memastikan usia dari pengunjung tersebut sudah legal mengkonsumsi alkohol di Qatar, yaitu 21 tahun.
Aturan Qatar terkait larangan mengkonsumsi alkohol di ruang publik ini didukung oleh FIFA. Hal ini terlihat pada pernyataan resmi FIFA yang menyatakan bahwa FIFA dan Qatar sepakat untuk menghapus penjualan bir dari FIFA di Qatar. Aturan tersebut tentu saja berdampak langsung pada FIFA yang bisa kehilangan 40 juta Euro. Dalam perhelatan Piala Dunia, FIFA mendapatkan suntikan dana dari Budweiser, perusahaan bir asal Amerika Serikat yang menjadi salah satu sponsor resmi Piala Dunia 2022. Aturan ini membuat penjualan bir menjadi turun drastis sehingga dari kerjasama antara FIFA dan Budweiser terancam mengalami kerugian.
Meskipun terancam mengalami kerugian, presiden FIFA, Gianni Infantino cenderung memberikan dukungannya terhadap aturan tersebut. Orang nomor satu di Federasi sepak bola dunia tersebut menyampaikan bahwa tidak mengkonsumsi alkohol selama tiga jam tidak akan membuatmu mati. Senada dengan pernyataan presiden FIFA, penulis juga berpendapat bahwa tidak mengkonsumsi alkohol selama pertandingan akan berdampak baik pada jalannya Piala Dunia. Hal ini tentu saja dapat mencegah terjadinya kericuhan akibat penonton yang mabuk sehingga jalannya pertandingan akan lebih aman dan para penonton akan lebih fokus menikmati euforia ajang empat tahunan ini.
Tak hanya larangan mengkonsumsi alkohol di stadion, adanya larangan kampanye LGBT juga menuai kritikan keras terhadap Qatar dari kaum LGBT. Mempromosikan dan melakukan tindakan praktik hubungan sesama jenis di Qatar akan mendapatkan hukuman dari pemerintah Qatar, mulai dari denda hingga hukuman mati. Pemerintah Qatar mempersilahkan semua orang yang ingin mengunjungi Qatar untuk menonton Piala Dunia, tetapi pemerintah Qatar juga menekankan kepada semua orang yang ingin mengunjungi Qatar harus menghormati aturan yang berlaku di Qatar.
Polemik larangan kampanye LGBT ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kepercayaan yang dianut antara penonton yang berasal dari negara-negara Barat dengan aturan yang ada di Qatar. Mayoritas negara-negara barat melegalkan LGBT sedangkan Qatar melarang keras segala bentuk aktivitas LGBT. Terlepas dari hal ini, menurut penulis penonton dari negara-negara Barat harus menghormati aturan tuan rumah bagaimanapun caranya. Pihak penyelenggara sudah memberikan kelonggaran dengan mempersilahkan “mereka” untuk tetap menonton piala dunia, tetapi “mereka” juga harus menghormati Qatar dengan tidak menunjukan perilaku menyimpang “mereka” di Qatar.
Selain itu, aturan larangan memakai busana minim juga menjadi sorotan. Perbedaan budaya kembali menjadi penyebab adanya gelombang protes terhadap aturan ini. Mengingat Qatar memiliki suhu yang ekstrim, mayoritas suporter berasal dari negara-negara barat yang terbiasa memakai pakaian minim di cuaca panas, sedangkan Qatar adalah negara Islam yang melarang setiap orang menunjukan auratnya. Hal ini tentu saja menjadi polemik tersendiri bagi penyelenggara dan penonton. Untuk mengatasi hal tersebut, Qatar sebagai pihak penyelenggara telah memasang sistem pendingin ruangan di seluruh stadion demi kenyamanan para penonton.
Terlepas dari polemik beberapa aturan yang banyak menuai kecaman dari berbagai kalangan, penulis bisa menyimpulkan bahwa adanya perbedaan budaya antara Qatar sebagai tuan rumah dan para penonton yang berasal dari berbagai negara di dunia. Terlebih lagi Qatar adalah negara Islam pertama yang menjadi tuan rumah piala dunia, jadi wajar saja Qatar mendapatkan banyak sorotan atas aturan-aturan yang berlaku di Qatar. Oleh sebab itu, kita harus menghormati Qatar selaku tuan rumah dan sebagai negara Islam. Disini penulis hendak menekankan kepada kita semuanya untuk menghormati segala aturan di tempat kita berada meskipun aturan tersebut berbeda dengan kepercayaan yang kita anut, seperti pepatah minangkabau mengatakan dima bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
LGBT,