
KOTABARU – Tarif bersandar dan bermalamnya kapal yang berlaku di Pelabuhan Perikanan Kotabaru telah diatur berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2020 perubahan keempat atas Perubahan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha.
Di hadapan puluhan lebih nelayan serta masyarakat yang hadir, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalsel Muhammad Yani Helmi mengatakan adanya aturan yang disahkan tersebut.
Hal ini tentu sebagai wujud nyata transparansi kepada masyarakat, yang fungsinya jelas untuk memberikan pelayanan terbaik. Tak hanya kenyamanan, melainkan juga menunjang kesejahteraan di sektor perikanan.
“Ini merupakan tugas kita dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Karena Perda tersebut penting untuk disampaikan,” ujarnya usai melaksanakan Sosper terkait retribusi jasa usaha, di Desa Stagen, Kabupaten Kotabaru, Senin (21/11) malam.
Politisi dari Fraksi Golkar yang membidangi ekonomi dan keuangan di Rumah Banjar ini juga menuturkan, penerimaan yang didapatkan dari hasil retribusi tak lain hanya untuk lebih meningkatkan fasilitas kenyamanan dalam pelayanan.
“Jadi, adanya aturan ini tidak seenaknya mengenakan tarif. Karena sudah diatur dalam perda, bahkan satu itemnya sudah ada penetapan harga,” ucapnya.
Ia berharap, masyarakat yang ikut dan serius dalam mengikuti dapat memahami secara benar, serta mampu mencerna setiap poin dan pasal yang tertuang di dalam aturan ini.
“Tentunya harus diketahui oleh masyarakat. Ketika menarik retribusi yang ditarik dari rakyat itu harus sudah sesuai dengan peraturan daerah (perda). Ini penting dipahami, karena aturannya sudah melalui proses cukup panjang di DPRD hingga disetujui mendagri sampai perda ini pun dapat dipergunakan sebagaimana mestinya,” jelasnya.
Kepala Pelabuhan Perikanan Kotabaru Syahliani menambahkan, dengan adanya payung hukum tersebut, tentu penyelenggaraan pelayanan termasuk diberlakukannya penarikan retribusi diharapkan berjalan baik, aman dan lancar. Karena telah bekerja sesuai peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
“Dengan adanya perda ini, tentu yang diharapkan adalah kontribusinya berupa PAD untuk peningkatan fasiltas, serta pembangunan di daerah kita khususnya di Kabupaten Kotabaru,” katanya.
Ia mengungkapkan, permasalahan yang hingga kini belum mencapai titik temu atau kesepakatan antara Pemprov Kalsel dan Pemkab Kotabaru, adalah penyerahan seluruh aset pelabuhan. Bahkan hal tersebut terbilang alot, sehingga optimalisasi penerimaan kas daerah hanya terfokus di lingkup dermaga saja.
“Contohnya saja seperti pabrik es (cold storage) dan lahan-lahan lainnya yang bisa dimanfaatkan. Apabila diserahkan penuh, maka PAD yang dihasilkan juga optimal,” pungkasnya. rds