
BANJARMASIN – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan akan memperjuangkan nasib nelayan kepiting di banua ini sampai ke Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.
Untuk itu, rombongan Komisi II DPRD Kalsel yang diketuai oleh Imam Suprastowo akan melakukan kunjungan kerja ke Komisi IV DPR RI di Jakarta pada Jumat (18/11).
Ketua Komisi II DPRD Kalsel Imam Suprastowo menyampaikan pihaknya sebelumnya telah berkunjung ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun tidak ada kepastian dari permasalahan kepiting di Kalsel.
Menurut Imam spesifikasi kepiting di Kalsel ini berbeda dari daerah lainnya, dimana besarnya tidak sampai 12 cm dengan berat lebih dari 250 gram.
Sehingga berdasarkan KP nomor 16/2022 yang mengatur hanya karapas dengan lebar di atas 12 cm lah yang dapat diekspor.Berbeda dengan regulasi sebelumnya yang berpatokan pada berat karapas kepiting.
“Dengan aturan itu, banyak kepiting Kalsel yang ditolak,sehingga merugikan nelayan kepiting di wilayah Kalsel,” ujar Imam diruang kerjanya di DPRD Kalsel sebelum berangkat ke Jakarta, Kamis (17/11) pagi.
Pihaknya lanjut Imam juga mempermasalahkan terkait alat tangkap ikan (cantrang) yang juga akan dikonsultasikan untuk mendapat kepastian. Sehingga nelayan dari Jawa Tengah misalnya, bisa ke Kalsel tetapi juga dapat memahami kearifan lokal yang ada di Kalsel yang pantainya dangkal.
Karena lanjutnya dengan aturan pengelolaan penangkapan ikan di wilayah laut hanya sampai dengan 12 mil. Dengan aturan itu, yang menggunakan alat penangkap ikan (cantrang) kata imam bisa merusak terumbu karang hingga biota laut yang ada di Kalsel.
Sebelumnya, kata Imam diajukan kesepakatan nelayan dari Kalsel dan nelayan dari Jawa Tengah dengan jarak 30 mil. Tetapi nelayan dari Kalsel tidak sependapat dan menghendaki itu 60 mil namun UU hanya memperbolehkan 12 mil dari pantai.
“Inilah yang akan kita carikan solusi supaya ada kepastian,” jelasnya.
Pihaknya tidak menghendaki permasalahan yang sama terulang seperti di perairan Pelaihari alat cantrang kapalnya dibakar karena terbentur aturan yang ada.
“Kita juga tidak menghendaki itu di NKRI ini, sama-sama mencari nafkah tetapi kearifan lokal di masing-masing daerah harus dihormati,” tegas Imam. Rds