BANJARMASIN – Badan Pengelola Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Banjarmasin menolak pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) yang hendak dilakukan Ali Akbar.
Sebabnya, lahan yang diklaim milik Ali Akbar di Jalan A Yani Km 4,5 Pemurus Dalam, Banjarmasin itu masih berstatus sengketa.
Fakta ini diungkap Kepala BPKPAD Kota Banjarmasin Edy Wibowo menjawab tudingan Ali Akbar, soal dugaan oknum pegawainya terlibat dalam mafia tanah kepada awak media di Banjarmasin, Senin (7/11).
“Kami menolak pembayaran PBB mencapai Rp 47 juta lebih dari total tagihan mencapai Rp 148 juta lebih itu, karena status lahan itu bukan milik Ali Akbar atau masih berstatus sengketa,” ucap Edy Wibowo.
Mantan Kabid Anggaran Badan Keuangan Daerah (Bakueda) Kota Banjarmasin ini mengungkapkan dari penelusuran petugasnya, jelas Ali Akbar bukan pemilik yang sah, karena status tanah yang hendak dibayarkan PBB itu masih bersengketa hukum.
“Berdasar putusan dari pengadilan (PN Banjarmasin) tanah itu merupakan hak milik Liliek Yuniarti. Jadi, untuk apa yang bersangkutan membayar PBB, ada kepentingan apa? Kami tak tahu,” ucap Edy Wibowo.
Atas dasar surat dari PN Banjarmasin itu, Edy menegaskan BPKPAD Kota Banjarmasin akan menolak pembayaran PBB yang diajukan oleh Ali Akbar.
“Memang, pada 2020 lalu, yang bersangkutan juga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, kasasinya juga ditolak. Atas dasar itu, kami berpatokan bahwa lahan itu merupakan milik Liliek Yuniarti,” kata Edy.
Menurut dia, ternyata Ali Akbar masih ngotot ingin membayar PBB, namun tetap ditolak. “Sebab, kalau kami terima nanti, tentu kami yang salah. Kami juga tak ingin hal itu akan menjadi masalah hukum,” tuturnya.
Dia menjelaskan uang sebesar Rp 47 juta lebih itu juga telah dititipkan ke Bendahara BPKPAD Kota Banjarmasin. Sebab, kata Edy, jika dititipkan di loket pembayaran PBB, dikhawatirkan akan hilang, sehingga akan kembali menjadi masalah lainnya di kemudian hari.
Edy bercerita pada 2008 silam, Ali Akbar juga pernah melakukan pembayaran PBB sebesar Rp 6 juta, namun lahan itu juga masih dalam status sengketa perdata di PN Banjarmasin.
“Saat itu, belum ada putusan pengadilan, jadi kami juga belum bisa menerima pembayaran PBB. Sesuai data yang ada, perubahan kepemilikan tanah itu terjadi pada tahun 2016, dari atas nama Mas’ud menjadi Liliek Yuniarti,” katanya.
Edy menegaskan pengembalian uang Rp 47 juta lebih yang dimaksudkan untuk membayar PBB, juga karena yang bersangkutan bukan wajib pajak yang melunasinya. “Jadi, uang itu segera kami kembalikan kepada yang bersangkutan,” tegas Edy. jjr