
AMUNTAI – Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalimantan Selatan, Mukri meresmikan 10 rumah Restorative Justice (RJ) di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), kemarin.
Peresmian 10 rumah RJ itu dipusatkan di Aula Idham Chalid Amuntai dan disaksikan unsur Forkopimda HSU, serta para petinggi Kejati Kalsel dan Kejari HSU.
Kajati Kalsel mengatakan, dibentuknya progam RJ ini adalah sebagai bentuk penyelesaian kasus pidana umum di masyarakat lewat dialog dan musyawarah.
Mukri menambahkan, progam RJ ini bertujuan untuk mengubah stigma negatif di masyarakat kepada aparat penegak hukum dalam penanganan perkara pidana.”Mungkin bapak/ibu sering mendengar, ada kasus pencurian pelapah kelapa, pencurian sendal atau pencurian satu, dua batang kayu. Kemudian bergulir ke persidangan.” ujarnya
Beranjak dari dinamika kondisi problematika di masyarakat tersebut, Mukri mengatakan, Kejaksaan Agung mulai membuat terobasan baru melalui peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 terkait penyelesaian perkara di luar persidangan yaitu restorative justice.
Akan membuat putusan seringan-ringannya terkait perkara-perkara yang memang secara substansi sudah diselesaikan kedua belah pihak, jelasnya.
Namun, Ia menyebut tidak semua perkara bisa dilakukan pencabutan tuntutan melalui instrumen restorative justice. Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan penyelesaian restorative. Di antaranya tindak pidana yang dilakukan pelaku merupakan perbuatan yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun.
Syarat selanjutnya, pelaku yang melakukan kerugian secara materil maka tidak lebih dari Rp2,5 juta. Kemudian syarat berikutnya, adanya perdamaian secara kedua belah pihak antara pelaku dan korban dengan mengikutsertakan dari pihak keluarga, tokoh masyarakat dan penyidik dalam penanganan kasus.
Ketika syarat-syarat itu terpenuhi, maka penuntut umum selaku pemegang hak penuntutan sudah dapat mengambil keputusan untuk perkara ini, apakah layak atau tidak dilimpahkan ke pengadilan, sebutnya.{{suf/mb03}}