
BANJARMASIN – Dua lagi terdakwa kasus dugaan korupsi pada PT Kodja Bahari yang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin tidak dilakukan penahanan.
Adapun kedua terdakwa yakni Albertus Pataru selaku Direktur Bisnis, dan Ir Suharyono selalu Direktur Operasional di PT Kodja Bahari, yang juga disidang secara terpisah di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Selasa (1/11).
Sidang yang mengagendakan pembacaan dakwaan ini sempat dibuka oleh majelis hakim Ahmad Gawi SH MH, sebelum tidak dapat dilanjutkan karena ketua majelis hakim atas nama Dr I Gede SH MH sedang mengikuti diklat. Sehingga, hakim hanya membacakan penetapan kalau sidang perdana kedua terdakwa akan dilanjutkan pada Selasa (15/11).
Dengan demikian, ada empat terdakwa kasus dugaan korupsi pada PT Kodja Bahari yang menjalani proses persidangan dan tidak dilakukan penahanan.
Ke empat terdakwa ini tidak ditahan mulai dari penyelidikan pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, hingga proses persidangan.
Sebelumnya, dua dari empat terdakwa korupsi pada PT Kodja Bahari mulai menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Kedua terdakwa yang diketahui bernama M Saleh dan Lidyannor yang disidang secara terpisah oleh majelis hakim yang dipimpin Ares Langgeng Bowono, tidak dilakukan penahanan, dikarenakan ditingkat penyidikan tidak dilakukan penahanan.
Kendati berkas terpisah, namun kedua terdakwa dihadapkan dalam perkara yang sama, yakni diduga melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 2 atau 3 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 Tahun 2001
Sebagaimana dakwaan JPU Ade SH yang dibacakan dipersidangan perdana, Rabu (26/10) kemarin, kasus yang menyeret para terdakwa pada tahun 2018 ini bermula saat PT Kodja Bahari mendapatkan proyek terkait perbaikan docking kapal dengan nilai sebesar Rp 5,7 miliar.
Perusahaan yang melakukan pengerjaan adalah PT Lidys Arta Borneo milik terdakwa Lidyannor, sedangkan yang mengerjakan proyek adalah M Saleh.
Diduga, telah terjadi penyimpangan sehingga para terdakwa dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,7 miliar. ris