BANJARMASIN – Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas terdakwa mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming (MM) ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (31/10).
Hal tersebut dibenarkan Juru bicara Pengadilan Negeri Banjarmasin, Aris Bowono Langgeng SH MH.
Aris mengakui, berkas terdakwa dugaan suap dengan terdakwa Mardani Maming sudah pihaknya terima, dan majelis hakim yang menyidangkan sudah ditentukan.
Ia menjelaskan, ada lima orang majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Mardani Maming, tiga hakim karier dan dua hakim ad hoc.
“Untuk majelis hakimnya ketuanya Heru Kuntjoro SH MH, anggota Aris Bawono Langgeng SH MH, Jamser Simanjuntak SH MH, Ahmad Gawi SH MH dan Arif Winarno SH,” kata Aris.
Disinggung kapan sidang dimulai atau dijadwalkan, Aris mengatakan belum tahu. “Untuk jadwal sidang belum tahu lagi,” akunya.
Seperti diketahui, dalam surat dakwaan jaksa, Mardani Maming (MM) yang menjabat Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010-2015 dan periode tahun 2016-2018, memiliki wewenang di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintah Daerah Tanah Bumbu, Kalsel.
Pada tahun 2010, salah satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan MM, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada MM selaku bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud.
Menanggapi keinginan Henry Soetio tersebut, di awal tahun 2011, MM diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
Dalam pertemuan tersebut, MM diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.
Selanjutnya di bulan Juni 2011, Surat Keputusan MM selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani MM, dimana diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang.
Peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN itu, diduga melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 di mana pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkannya kepada pihak lain.
Tidak hanya itu, MM juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU (Angsana Terminal Utama) yang adalah perusahaan milik MM.
Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM, dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM.
Di tahun 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.
Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada MM melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM yang kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM tersebut. Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104, 3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020.
Atas perbuatannya tersebut tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ris