
JAKARTA – Kuota Pertalite dan Solar telah resmi ditambah per awal Oktober 2022. Penambahan itu dilakukan lantaran konsumsi kedua jenis BBM subsidi pertalite dan Solar mengalami lonjakan, meski harganya naik per 3 September 2022 lalu.
Untuk Pertalite, kuotanya ditambah 6,86 juta kiloliter (KL) dari kuota awal 23,05 juta KL, atau menjadi 29,91 juta KL. Sementara kuota Solar ditambah 2,73 juta KL dari kuota awal 15,1 juta KL, atau menjadi 17,83 juta KL.
Penambahan kuota diupayakan, karena realiasi Pertalite hingga 30 September 2022 sudah mencapai 95,32 persen, atau 21,97 juta KL dari kuota 23,05 juta KL. Sementara realisasi Solar sudah mencapai 85,81 persen, atau 12,96 juta KL dari kuota 15,10 juta KL.
Lantas, stok 2 BBM subsidi ini bisa kuat sampai kapan pasca kuotanya ditambah?
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting berharap, kuota Pertalite dan Solar bisa terus terjaga sampai akhir 2022 nanti. “Kita upayakan agar mencukupi,” ujarnya Minggu.
Adapun menurut catatan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebelumnya, kuota Pertalite akan habis pertengahan Oktober 2022 jika tidak ditambah. Sedangkan Solar hanya kuat sampai pertengahan November 2022.
Terkait perkembangan konsumsi Pertalite dan Solar dalam waktu dekat ini, Irto belum bisa menyampaikan apakah itu semakin melonjak atau malah lebih terkendali. “Kalau perhitungan yang Oktober, belum selesai,” kata Irto.
Kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan kurs rupiah dapat berimbas terhadap harga BBM, yang berpotensi kembali terkoreksi. Namun, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai Pertalite masih aman dari kenaikan harga, terlebih jelang memasuki tahun politik di 2023.
Mamit berpendapat, selama pemerintah masih memiliki dana untuk membayar kompensasi dan subsidi terhadap harga keekonomian, maka harga Perlite akan bertahan terus.
“Apalagi kondisi kita masih ada windfall, meskipun tahun depan akan berkurang seiring melemahnya harga komoditas,” ujar Mamit. Di sisi lain, ia menilai kenaikan harga BBM di tahun politik jadi satu kebijakan ganjil untuk dilakukan. “Kita sudah memasuki tahun politik di 2023. Berat bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang kurang populis,” sebut dia. lp6/mb06