BANJARMASIN – Trend kasus demam berdarah dengue (DBD) terus mengalami kenaikan di Banjarmasin. Berdasar data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, hingga Januari-Agustus 2022, tercatat sudah ada 42 kasus.
Pasien atau penderita DBD dari kategori umur dari 1 tahun hingga lebih 44 tahun baik jenis kelamin perempuan dan wanita telah menjadi korban serangan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes aegypti mudah dikenali melalui warna dan bentuknya.
Ciri khas nyamuk ini adalah ukurannya yang kecil dan memiliki tubuh berwarna hitam dengan belang putih di sekujur tubuhnya. Nyamuk ini dapat terbang sejauh 400 meter, sehingga penyebaran virus dengue dapat terjadi hingga jarak yang jauh dari tempat nyamuk bersarang.
Gejala DBD ditandai dengan demam tinggi, nyeri kepala, nyeri belakang bola, kadang-kadang nyeri perut. Kemudian, tanda ruam/bintik merah (petiche), tidak disertai batuk atau sakit tenggorokan, trombosit dan leucosit turun, terjadi peningkatan hematocrit, pendarahan pada hidung, mulut dan gusi serta mengalami syok.
“Tingginya kasus DBD di Banjarmasin, kami sudah bergerak cepat dengan menggandeng epedemilog Kalsel, dr IBG Dharma Putra,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, dr Muhammad Ramadhan kepada jejakrekam.com, Rabu (19/10).
Dari masukan dan hasil konsultasi yang diberikan mantan Direktur RSJD Sambang Lihum itu, Ramadhan menyebut setidaknya ada empat pokok yang diambil dalam mengantisipasi tingginya angka kasus DBD di Banjarmasin.
Ramadhan menyebut empat pokok langkah itu adalah memastikan terlaksananya pemberantasan vektor intensif, mengurangiketerlambatan pelaksanaan dengan fogging fokus, optimalisasi survailan, khususnya dalam pengumpulan data.
“Kemudian, meningkatkan peran serta masyarakat dengan 3M plus (menguras tempat penampungan air, menutup rapat semua tempat penampungan air dan mengubur barang bekas) dan menggunakan kelambu saat malam hari,” ujar Ramadhan.
Mantan Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Kalsel ini menambahkan, fogging (pengasapan) bukan solusi sebenarnya. “Solusi sebenarnya dalah gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) massif di seluruh lapisan masyarakat,” katanya.
Ramadhan mengakui kasus DBD merupakan fenomena tahunan di Banjarmasin. Sebab, kota ini sudah menjadi daerah endemis DBD, sehingga perlu mengedukasi masyarakat untuk bergabung dalam gerakan 4M Plus secara berkala yakni menguras, mengubur, menutup, memantau tempat yang potensial sebagai tempat nyamuk berkembangbiak serta menghindari gigitan nyamuk, menggunakan pemberantas nyamuk dan menggunakan kelambu.
“Termasuk, mengaktifkan kader-kader pemantau jentik di tiap RT yang ada di 52 kelurahan di Banjarmasin,” pungkas Ramadhan. jjr