
JAKARTA – Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membawa efek yang berbeda di kalangan dunia usaha.
Bagi pengusaha eksportir hal ini merupakan suatu berkah, namun bagi pengusaha importir hal ini adalah sebaliknya.
“Kondisi ini memang kerap kali dirasakan para pengusaha ketika rupiah berfluktuasi dan hal ini merupakan suatu kondisi yang biasa bagi dunia usaha,” kata Diana.
Sebagai pelaku usaha, Diana berharap pemerintah dapat melakukan beberapa langkah strategis agar rupiah tidak semakin dalam tertekan. Selain itu, kinerja dari sektor manufaktur harus tetap dijaga, dalam rangka menjaga neraca perdagangan Indonesia.
“Saya pikir BI dapat melakukan beberapa langkah dalam mengintervensi pasar mengingat cadangan devisa kita sangat cukup untuk BI melakukan hal tersebut,” ujarnya.
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P Sasmita, memprediksi nilai tukar rupiah masih berpotensi terus tertekan di tengah ketidakpastian global.
“Proyeksi ke depan saya kira masih bearish untuk rupiah. Hemat saya, rupiah masih berpotensi tertekan lebih jauh mengingat situasi ekonomi global makin tak pasti,” kata Ronny.
Dia menjelaskan, ancaman capital outflow masih tinggi karena para investor cenderung memindahkan asetnya ke instrumen investasi safe haven dan hard currency seperti dolar AS. Akibatnya, tekanan jual jual rupiah semakin tinggi seiring dengan dorong beli dollar yang juga tinggi.
“Jika pemerintah dan BI tak hati-hati, nilai tukar rupiah bisa level 15.750. Kalau tembus, rupiah akan mengejar level 15.900 per dolar AS. Semakin nilai tukar kita melemah, semakin rentan ekonomi Indonesia, baik secara moneter maupun fiskal,” ujarnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa pagi menguat seiring data Indeks Manufaktur Amerika Serikat (AS) yang lebih buruk dari perkiraan.
Rupiah pagi kemarin menguat 20 poin atau 0,13 persen ke posisi 15.468 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.488 per dolar AS.
Mayoritas mata uang di Asia menguat terhadap dolar AS. Tercatat, won Korea Selatan menguat 0,42 persen, baht Thailand menguat 0,14 persen, peso Filipina menguat 0,06 persen, dan Yen Jepang menguat 0.1 persen. Sedangkan ringgit Malaysia melemah 0,06 persen.
Sementara mata uang di negara maju bervariasi terhadap dolar AS. Euro Eropa melemah 0,05 persen, dolar Kanada melemah 0,04 persen. Sedangkan franc Swiss menguat 0,08 persen dan dolar Australia menguat 0,11 persen.
“Namun penguatan diperkirakan akan terbatas dengan pelaku pasar menantikan rapat gubernur BI Kamis untuk keputusan suku bunga,” ujarnya. lp6/cnn/mb06