
Merdeka belajar merupakan kebijakan yang dirancang pemerintah untuk membuat lompatan besar dalam aspek kualitas pendidikan agar menghasilkan siswa dan lulusan yang unggul dalam menghadapi tantangan masa depan yang kompleks (Suyanto, 2020). Inti merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir bagi siswa dan guru. Merdeka belajar mendorong terbentuknya karakter jiwa merdeka di mana guru dan siswa dapat secara leluasa dan menyenangkan mengeksplorasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dari lingkungan. Merdeka belajar dapat mendorong siswa belajar dan mengembangkan dirinya, membentuk sikap peduli terhadap lingkungan di mana siswa belajar, mendorong kepercayaan diri dan keterampilan siswa serta mudah beradaptasi dengan lingkungan masyarakat (Ainia, 2020). Karena itu keberadaan merdeka belajar sangat relevan dengan kebutuhan siswa dan tuntutan pendidikan abad 21. Karena esensi merdeka belajar adalah meletsakan pendidikan yang memerdekakan dan otonom baik guru maupun sekolah untuk menginterpretasi kompetensi dasar dalam kurikulum menjadi penilaian guru (Sherly et al., 2020; Widiyono et al., 2021).
Implementasi kebijakan merdeka belajar mendorong peran guru baik dalam pengembangan kurikulum maupun dalam proses pembelajaran. Selain sebagai salah satu sumber belajar, dalam merdeka belajar guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang didukung oleh kompetensi professional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. dengan kompetensi-kompetansi tersebut guru dapat mewujudkanmpelajsanaan dan tujuan implementasi kebijakan merdeka belajar (Pendi, 2020). Salah satu masalah yang timbul yang sekaligus mendorong munculnya kebijakan merdeka belajar adalah kesibukan guru yang terjebak dalam administrasi pembelajaran sehingga guru menjadi tidak optimal dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Iklim pendidikan di Indonesia menerima bahwa salah satu tugas guru adalah menyiapkan dan menyusun adminstrasi pembelajaran sesuai dengan aturan yang berlaku. Kesibukan mengurus adminstrasi pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran.
Hal ini dinyatakan Houtman (2020) bahwa guru dan sekolah terjebak dalam cara dan tujuan dimana menjadikan adminstrasi pendidikan menjadi kesibukan utama untuk tidak menyalahi ketentuan- ketentuan birokrasi, akreditasi, nilai dan ujian. Guru dan sekolah justru menjadikan adminstrasi pendidikan sebagai tujuan dan prioritas kegiatan pendidikan.Secara filosofis, merdeka belajar memiliki landasan humanisme, konstruktivisme dan progresitivisme serta filosofi dari pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
Humanisme menekankan kebebasan, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri mengembangkan potensi, berfungsi dan bermakna bagi lingkunganya. Konstruktivisme menekankan kemerdekaan dalam menggali dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan siswa. Progresivisme menekankan kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa. Sedangkan pemikiran filosofi tentang merdeka belajar dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara tampak dalam konsep tentang pendidikan dimana siswa didorong untuk mencapai perubahan dan bermakna terhadap lingkungannya. Esensi dasar pendidikan adalah pendidikan jiwa merdeka. Jiwa merdeka berkaitan dengan pola pikir positif, perasaan luhur dan indah, dan kemauan mulia. Guru menggunakan pendekatan “among” dalam pendidikan dan pembelajaran. Metode among ini tampak dalam prinsip pendidikan “di depan memberi contoh, di tengah membangun cita-cita, mengikuti dan mendukung” yang bermakna bahwa guru di depan siswa untuk memberi teladan, guru diantara siswa untuk membangun cita-cita, dan guru di belakang siswa untuk mendukung siswa.
Guru memiliki peran yang sangat penting baik dalam pengembangan kurikulum maupun dalam implementasinya. Demikian pula, guru sangat berperan dalam penerapan kebijakan merdeka belajar. Guru dapat berkontribusi secara kolaboratif dan efektif bekerja dengan pengembangan kurikulum sekolah untuk mengatur dan menyusun materi, buku teks, dan konten pembelajaran. Keterlibatan guru dalam proses pengembangan kurikulum penting dilakukan untuk menyelaraskan isi kurikulum dengan kebutuhan siswa di kelas. Sebagai seorang pendidik, guru dapat memahami psikologi siswa, mengetahui tentang metode dan strategi pembeajaran. Guru juga berperan sebagai evaluator, untuk penilaian hasil belajar siswa. Maka, dalam pengembangan kurikulum, guru perlu memiliki kualitas-kualitas seperti perencana, perancang, manajer, evaluator, peneliti, pengambil keputusan dan administrator. Guru dapat memainkan peran-peran tersebut pada setiap tahapan proses pengembangan kurikulum.
Kebijakan merdeka belajar melahirkan paradigma baru tentang pendidikan dan pembelajaran serta peran guru. Dikatakan oleh menteri pendidikan dan kebudyaan bahwa tugas guru itu mulia dan sulit. Tugas guru mulia karena guru mempersiapkan generasi muda untuk pembangunan, tugas guru sulit karena tidak mudah mendidik manusia dengan segala karakteristik, permasalahan dan kebutuhannya. Pada dasarnya konsep merdeka belajar ingin membebaskan guru dan siswa. Jika guru memiliki tugas membentuk generasi muda untuk masa depan maka guru tidak harus diberi beban yang berat berkaitan dengan urusan-urusan adminstrasi yang menyita banyak waktu dan tenaganya. Inilah dilema guru.
Di satu sisi guru harus memiliki banyak waktu untuk melaksanakan proses pembelajaran, berinteraksi dengan siswa, membantu siswa mencapai kompetensinya, namun di sisi yang lain guru juga harus menyediakan waktu yang banyak untuk mengerjakan dan menyelesaiakn tugas-tugas adminstrasi pendidikan. Guru harus melaksanakan pembelajaran dan penilaian secara komprehensif tetapi guru juga didesak oleh berbagai pemangku kepentingan pendidikan, bahkkan peran guru dipolitisir untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Guru ingin kreatif dan inovatif mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa tetapi guru tidak bebas mendesain dan melaksanakn pembelajaran. Guru ingin mengetahui potensi dan kemampuan siswa dengan berbagai alat ukur yang variatif tetapi guru dibatasi dengan bentuk-bentuk ujian yang sudah diformat secara baku.
Dalam implementasi merdeka belajar ditemui masalah bahwa guru belum mengadopsi konsep merdeka belajar dalam proses pembelajaran. Revina (2019) mengemukakan dua alasan yaitu (1) guru tidak mempunyai pengalaman dengankonspe merdeka belajar baik sebagai mahasiswa calon guru maupun dalam menjalani profesi sebagai guru, (2) adanya keterbatasan referensi sehingga guru kesulitan menemukan rujukan mendesain dan mengimplementasikan merdeka belajar.
Hal ini membuat guru kurang memahami konsep merdeka belajar. Kondisi ini membuat guru dan siswa tetap terjebak dalam pendidikan yang dialami selama ini. Mislanya, siswa akan melaksanakan belajar sekedar sebuah kegiatan rutin tanpa makna, atau siswa merasa terbebani dalam belajar sehingga mereka merasa jenuh, kurang kreatif, dan menjadi pasif dalam pembelajaran (Husein, 2020). Demikian juga, guru tidak dibebani dengan tugas-tugas adminstrasi yang memberatkan demi memenuhi program atau keinginan atasannya (Yamin & Syahrir, 2020). Semangat utama merdeka belajar adalah kemerdekaan belajar dan pembelajaran baik siswa maupun bagi guru.
Semangat merdeka belajar ini hanya dapat ditemukan dan diimplementasikan dalam proses pembelajaran jika baik guru maupun siswa memahami makna merdeka belajar, dan khususnya guru memahami perannya dalam merdeka belajar. Proses dan penemuan makna atau nilai merdeka belajar dapat mempengaruhi dan menentukan implementasi dan hasil yang dicapai.
Merdeka belajar merupakan kebijakan yang dirancang pemerintah untuk membuat lompatan besar dalam aspek kualitas pMerdeka belajar merupakan kebijakan yang masa depan yang kompleks (Suyanto, 2020). Inti merng pemerintah untuk membuat lompatairinya, membentuk sikap peduli terhadap lingkungan di mana siswa belajar, mendorong kepercayaan diri dan keterampilan siswa serta mudah beradaptasi dengan lingkungan masyarakat (Ainia, 2020). Karena itu keberadaan merdeka belajar sangat relevan dengan kebutuhan siswa dan tuntutan pendidikan abad 21. Karena esensi merdeka belajar adalah meletsakan pendidikan ea di mana guru dan siswa dapat secara leluasa da menyenangkan mengeksplorasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dari lingkungan. Merdeka belajar dapat mendorong siswa belajar dan mengembangkan dirinya, membentuk sikap peduli terhadap lingkungan di mana siswa belajar, mendorong kepercayaan diri dan keterampilan siswa serta mudah beradaptasi dengan lingkungan masyarakat (Ainia, 2020). Karena itu keberadaan merdeka belajar sangat relevan dengan kebutuhan siswa dan tuntutan pendidikan abad 21.