Sudah jatuh, tertimpa tangga. Itulah peribahasa yang digunakan oleh Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Jawa Barat untuk mengumpamakan nasib buruh disana. Menurut Ketua SPN Jawa Barat, Dadan Sudiana, saat ini buruh dihadapkan dengan permasalahan kenaikan harga bahan bakar minyak, diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh perusahaan. (m.kabar.id, 5/10/2022).
Sudahlah kehidupan sulit, dibayang-bayangi kehilangan pekerjaan hingga perlakuan sewenang-wenang oleh majikan. Dari Data SPN Jabar, sekitar 40 ribu buruh anggota mereka di provinsi itu yang dipecat perusahaannya dua tahun terakhir. Bukan hanya di Jawa Barat, namun kondisi serupa juga dialami oleh buruh-buruh lain di luar Jawa Barat. Dan pasca kenaikan harga BBM, PHK besar-besaran melanda negeri ini. Tiga perusahaan besar (Shopee, Toko Crypto dan Indosat) melakukan pemangkasan karyawan demi alasan efisiensi.
PHK massal sudah jadi solusi umum dalam sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme, pekerja dipandang sebagai bagian dalam biaya produksi dan harus ditekan semaksimal mungkin. Saat kondisi ekonomi dan persaingan bisnis tidak stabil, PHK karyawan tak terelakkan. Selain itu, dengan adanya UU Omnibus Law membuat PHK lebih mudah dilakukan, pihak pekerja banyak dirugikan dan pemilik modal lebih diuntungkan.
Berdasarkan UU Omnibus Law, sudahlah para pekerja kehilangan pekerjaan, mereka hanya ada satu kali uang pesangon (tidak lagi dua kali uang pesangon). Saat bekerja pun, hak buruh juga sudah dipangkas. Salah satunya pengurangan jam lembur semakin legal dan maraknya tenaga paruh waktu. Kondisi yang demikian membuat daya tawar para pekerja kepada perusahaan semakin kecil.
Banyaknya PHK bisa dipastikan berimbas pada angka kemiskinan semakin meningkat dan daya beli masyarakat menurun. Ditambah lagi, negara dalam sistem kapitalisme tidak menjamin dan melindungi hak para pekerja pada khususnya dan hak rakyat pada umumnya. Negara tak memposisikan diri sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Pelayanan kesehatan, pendidikan serba dikomersilkan. Rakyat harus membayar dengan harga yang telah ditentukan untuk mengaksesnya. Hanya yang memiliki modal yang bisa hidup layak bahkan bisa maju meraup keuntungan sebanyak – banyaknya di sistem kapitalisme ini. Bahkan meskipun mengabaikan hak-hak orang lain, para pemilik modal bebas melenggang memperkaya dirinya sendiri. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin sengsara.
Berbeda sekali dengan sistem islam yang disebut khilafah yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja pada khususnya dan rakyat pada umumnya. Khilafah memiliki mekanisme untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyat (baik pekerja maupun pengusaha). Dalam transaksi ijarah (kontrak kerja) perjanjian antara pengusaha dengan pekerja sepenuhnya tergantung pada kontrak kerja diantara mereka dan harus memenuhi ridho wal ikhtiar. Harus saling menguntungkan, saling ridho dan tidak boleh ada yang terzalimi. Pengusaha mendapat keuntungan dari jasa pekerja yang ia butuhkan dan pekerja mendapat keuntungan berupa imbalan dari pengusaha. Kesepakatan kontrak kerja diantara pekerja dan pengusaha menjadi aqad yang harus dipenuhi keduanya. Tidak ada pengkhianatan, tidak ada pengambilan bagian diluar kesepakatan. Karena itu adalah keharaman.
Imam Abu Dawud telah menuturkan riwayat dari Abu Said Al-Khudri, bahwa Nabi SAW lernab bersabda “Hati-hatilah kalian terhadap qusamah!”. Kami bertanya “Apa itu qusamah?” Beliau menjawab, “yakni sesuatu yang telah disepakati sebagai bagian diantara manusia, kemudian bagian tadi dikurangi.” (HR. Abu Dawud)
Terkait penetapan upah/imbalan, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya An Nizhamul Iqtishodiyah menjelaskan bahwa upah seorang pekerja adalah kompensasi dari jasa pekerjaan yang disesuaikan dengan nilai kegunaannya. Sungguh bersifat objektif, realistis sesuai nilai guna dari jasa yang diberikan pekerja. Selain ditentukan diantara kedua belah pihak, perkiraan jasa seorang pekerja untuk diberi upah ini harus dikembalikan kepada ahli yang berkompeten.
Para ahli memperkirakan upah pekerja tidak berdasarkan taraf hidup yang terendah dalam komunitas tertentu, tidak pula dikaitkan dengan harga barang yang dihasilkan sebab akan menyebabkan keluarnya pekerja / PHK jika barang di’pasaran terjadi penurunan /kemerosotan.
Saat kondisi ekonomi negara tidak maka negaralah yang berperan secara komprehensif untuk menstabilkan kembali sehingga dunia usaha juga turut terlindungi. Konsep semacam ini akan menguntungkan, mensejahterakan dan mencegah kezaliman diantara pekerja-pengusaha. Jika masih ada perselisihan antara pekerja dengan pengusaha dalam persoalan aqad ijarah, khilafah menyediakan wadah yang terdiri dari tenaga ahli (khubara’) untuk menyelesaikan masalah diantara keduanya secara netral. Alhasil, hanya dalam sistem khilafahlah pekerja dan pengusaha bisa berdampingan, saling bekerjasama mendapat keuntungan tanpa ada kezaliman.