JAKARTA – Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyebut tumbangnya sejumlah pengembang properti di Indonesia tak semata-mata disebabkan kondisi internal perusahaan.
Wakil Ketua Umum REI Hari Ganie mengatakan sistem perundang-undangan di Indonesia tentang kepailitan suatu perusahaan sangat rentan dan mudah mengubah status.
“UU tentang Kepailitan di RI itu sangat memudahkan perusahaan dipailitkan, hanya dengan dua kreditur itu bisa mempailitkan satu perusahaan,” kata Hari dikutip Selasa.
Adapun, aturan yang dimaksud yakni UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Aturan ini menyebutkan jika terjadi gagal bayar utang pada minimal dua kreditur, maka perusahaan dapat dipailitkan.
Hari menjelaskan jika suatu proyek pengembangan seluas 500 hektare dibangun untuk 3 klaster perumahan dengan total 200 unit, tapi hanya 2 konsumen yang membeli dengan harga Rp200 juta, sedangkan sisanya pembelian awal.
Menurutnya, hal tersebut tidak adil. Sebab, sisa unit nantinya akan dijadikan aset pailit yang dimasukkan dalam kurator kepailitan.
Dengan demikian, kewajiban pembayaran dipisah berdasarkan prioritas untuk pajak, bank, biaya services.
“Akhirnya untuk konsumennya kebagian paling dapat tinggal sepertiganya atau malah gak kebagian, yang ngga salah kena. Nah, itu yang kita nggak mau. Aturan kepailitan kita ini aturan mudah untuk mempailitkan perusahaan Indonesia,” ujarnya.
Tak hanya soal UU, kepailitan juga muncul karena banyak developer yang terlambat melakukan serah terima unit. Hari menilai umumnya terjadi pada rumah susun atau hunian vertikal.
“Dua tahun ini paling berat cobaannya rusun dan hunian vertikal ini karena proyek-proyek itu berbeda dengan rumah tapak, mereka harus dibangun satu tower,” ungkapnya.
Sementara rumah tapak itu bisa dibangun dan laku berdasarkan permintaan per unit. Di sisi lain, fondasi rumah vertikal untuk 1 tower mesti diselesaikan sebelum melakukan serah terima. Lebih lanjut, Hari menilai banyaknya developer pailit disebabkan kebutuhan cash para developer sehingga butuh untuk menjual asetnya. “Atau karena unit properti lokasinya jelek selama ini disewa nggak laku, karena misalnya lantai, view, finishingnya nggak bagus, akhirnya daripada dia terbebani bayar services, mending dijual,” ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data yang dihimpun, BEI memberikan status B pada 3 perusahan yang mengajukan permohonan pernyataan pailit, di antaranya yaitu PT Forza Land Indoensia Tbk. (FORZ), PT Golden Plantation Tbk. (GOLL), dan PT Nipress Tbk. (NIPS).
Terlepas dari sejumlah developer yang tumbang, hal tersebut tak menyurutkan bisnis properti di Tanah Air.
Hari melaporkan saat ini kondisi properti di Indonesia masih berada di kondisi pertumbuhan yang bergerak positif.
“Semester II/2022 kemarin saya dapat data dari Badan Kebijakan Fiskal, screening sektor properti itu masih tumbuh 2,2 persen. Jadi properti masih tumbuh dan tidak pernah minus, meski tumbuhnya pelan-pelan tapi tidak pernah minus jadi masih bagus,” ungkapnya. bisn/mb06