
Lagi dan lagi masalah KDRT menjadi pembicaraan banyak orang akhir akhir ini, isu KDRT ini mencuat karena pemberitaan tentang seorang publik pigur LK yang mengalami tindak kekerasan dari suaminya RB hingga berakibat LK di rawat di RS.
Tentu kita sama sama tau bahwa data KDRT di luar sana jauh lebih banyak dan mengerikan. Parahnya lagi korban KDRT yang tidak speak up dengan melaporkan kepada pihak yang berwenang ternyata jauh lebih banyak lagi.
Di Banjarmasin sendiri contohnya, Seorang suami berinisial AS (40) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) ditangkap polisi setelah menganiaya istrinya hingga terluka dengan menggunakan belati karena merasa diselingkuhi.
Sungguh ini adalah 1 dari segunung masalah KDRT yang terungkap, sampai kapan masalah KDRT ini akan berakhir?
Sementara, menurut data dari KemenPPPA, hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan.
Selain data tersebut, yang bisa kita soroti dari data dari KemenPPPA itu adalah KDRT juga menimpa laki-laki sebanyak 2.948 menjadi korban.
Pertanyaannya,ada apa dengan negeri ini negeri yang beragama dan berbudaya tapi tingkat KDRT justru semakin meningkat tiap tahunnya?
KDRT sebenarnya bukan konsep atau istilah baru. Konsep ini dipopulerkan kaum feminis dengan ide kesetaraan gendernya. Di Indonesia, konsep ini berhasil masuk dalam ranah perundang-undangan, yaitu dalam UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Penerapan UU ini ternyata tidak membuat kasus-kasusnya berhenti. Alih-alih menyelesaikan masalah, penerapannya justru menimbulkan persoalan baru. Dalam beberapa kasus berakhir dengan pemenjaraan suami.
Bagaimana tidak, ketika suami di penjara, maka bagaimana nafkah istri dan anak-anak mereka. Istri harus bekerja dan terpaksa mengabaikan pengasuhan juga pendidikan anak anak mereka. Anak-anak pun telantar hingga timbullah berbagai macam problem generasi. Dan ini jugalah yang membuat, banyak korban KDRT enggan melaporkan suaminya ketika menjadi korban KDRT.
Ini berarti, penanganan belum menyentuh akarnya sehingga tidak menuntaskan masalah. Apa sebenarnya akar masalah KDRT ini dan bagaimana solusi Islam terhadap hal tersebut?
Kaum feminis, dengan ide kesetaraan gendernya memandang bahwa akar masalah KDRT adalah adanya ketaksetaraan laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Posisi laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan dipandang menjadikan perempuan berada di bawah kekuasaan laki-laki. Inilah yang menjadikan perempuan sebagai pihak yang lemah sehingga menjadi korban kekerasan laki-laki.
Tentu ini adalah pemikiran yang keliru. Akar masalah KDRT bukan karena kepemimpinan suami, tetapi karena tidak adanya penerapan aturan yang benar yang mengatur hubungan antara suami dan istri, hubungan antara seorang pemimpin dan orang yang dipimpinnya.
Banyak kasus KDRT dengan berbagai macam sebabnya, ada yang karena kemiskinan, perselingkuhan, kurangnya pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri dan banyak lagi. Tentu tidak cukup, jika kita hanya melihat KDRT ini berdiri sendiri tanpa melihat akar persoalannya yaitu ketika negeri yang sekuler kapitalis ini yang memiskinkan masyarakat secara tersistematis yang membuat kesenjangan ekonomi menjadi masalah yang mengahntarkan KDRT dalam keluarga.
Di tambah lagi,kehidupan sekuler yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan yang membuat banyak rumah tangga muslim yang tidak memahami tujuan berumah tangga dan hak hak serta kewajibannya, yang berujung cekcok dan terjadilah KDRT.
Semakin sempurna dengan liberalisasi dalam pergaulan laki laki dan perempuan yang bebas tanpa batas, yang menimbulkan banyaknya perselingkuhan dan berujung KDRT.
Islam memiliki aturan paripurna terkait kehidupan berumah tangga sekaligus solusi terhadap berbagai masalah yang menimpa.
Pertama, Islam menetapkan bahwa kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan.Agar persahabatan suami istri menjadi persahabatan yang damai dan tenteram (sakinah), syariat Islam menjelaskan hak istri atas suaminya dan hak suami atas istrinya.
Kedua, Islam memerintahkan pergaulan yang makruf (baik) antara suami dan istri.Dalam rumah tangga Rasulullah saw., beliau merupakan sahabat karib bagi istri-istrinya, bergaul dengan mereka dengan pergaulan yang sangat baik.
Ketiga, Islam menetapkan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga.Ketika seorang istri membangkang (nusyuz) pada suaminya, Allah telah memberikan hak pada suami untuk mendidik istrinya.
Suami hanya berwewenang memberikan sanksi pada istri jika si istri melakukan perbuatan dosa. Ini karena suami adalah pihak yang bertanggung jawab (qawwam) atas pengaturan dan pemeliharaan urusan rumah tangganya
Dari berbagai pengaturan tersebut, tampak jelas bahwa menurut syariat Islam ada tindakan fisik yang boleh suami lakukan ketika istri nusyuz.
Hanya saja, syariat Islam memberikan batasan yang sangat ketat tentang hal itu. Kebolehan itu tidak boleh menjadi dalih bagi suami untuk melakukan kekerasan hingga menjatuhkan istri dalam kondisi yang membahayakannya. Justru suami berkewajiban menjaga dan melindungi istri agar terhindar dari berbagai ancaman bahaya.
Keempat, Islam menetapkan mekanisme penyelesaian masalah dalam rumah tangga.Ketika dalam kehidupan suami istri terjadi persengketaan yang dapat mengancam ketenteraman, Islam mendorong mereka bersabar memendam kebencian yang ada. Ini karena bisa jadi pada kebencian itu terdapat kebaikan.
Namun, jika semua itu tidak membawa hasil, sementara masalah kebencian dan pembangkangan telah melampaui batas hingga sampai pada persengketaan, Islam memerintahkan agar ada pihak ketiga (dari keluarga suami istri) yang membantu menyelesaikan. Namun jika semua tidak berhasil, maka solusi bercerai di bolehkan.
Penerapan hukum Islam dalam keluarga tidak bisa hanya oleh individu-individu keluarga muslim, melainkan juga butuh kontrol masyarakat dan adanya peran negara.
Kontrol masyarakat terwujud dengan mendakwahkan Islam kepada keluarga keluarga muslim yang ada di sekitar kita sehingga mereka paham dan mau menjalankan aturan tersebut.
Sedangkan negara berperan penting dalam menerapkan syariat Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk aturan keluarga. Penerapan Islam kafah akan mewujudkan masyarakat sejahtera, aman, dan damai, serta akan menciptakan lingkungan yang sangat kondusif bagi terwujudnya keluarga keluarga muslim taat syariat.Wallahu A’lam