
JAKARTA – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dipimpin Mahfud MD diminta tidak berlarut-larut dalam menginvestigasi tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, pengusutan kasus tersebut terbilang mudah karena sudah banyak bukti yang bertebaran.
“Ini gampang sebetulnya, gampang banget. Di media sosial saja, angle video dari berbagai macam titik sudah kelihatan. Sudah mudah sekali melihat situasi. Kalau itu tidak diambil, artinya sulit bagi TGIPF ini menemukan rangkaian peristiwa yang sebenarnya,” ujarnya dalam jumpa pers secara daring, Rabu (5/10).
Menurutnya, tidak perlu membentuk tim di bawah kekuasaan nasional sampai menko dan sebagainya. “Ini terlalu sederhana untuk orang-orang dengan profil tinggi seperti itu,” tambahnya.
Ia meminta TGIPF tidak hanya mengusut soal insiden kerusuhan saja, namun juga harus melakukan investigasi secara menyeluruh dengan mencakup pembenahan ke depan, dan pertanggungjawaban negara kepada korban dan keluarganya.
“Aspek yang lebih jauh lagi, kenapa jual tiket, kapasitasnya berapa, dijual berapa, selisihnya untuk apa, apakah ada politik anggaran ilegal. Ini kan yang harus dipikirkan oleh TGIPF, karena mereka sudah berada di level nasional, bukan hanya teknis insiden. Ujungnya, skema pertanggungjawaban negara seperti apa sih?” katanya.
Senada, peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, pengungkapan kasus kerusuhan di Malang merupakan sesuatu yang mudah. Dalam hal ini, ia menyoroti banyak saksi yang bisa dimintai keterangan.
“Informasi yang ada di lapangan bisa lebih cepat dikumpulkan TGIPF, karena korban kemudian saksi-saksi itu sudah jelas, panitia juga sudah jelas. Tidak ada alasan menunda-nunda,” katanya.
Menurutnya, waktu tiga minggu sudah cukup bagi TGIPF menuntaskan penanganan kasus tersebut. Kasus kerusuhan di Malang sangat kompleks alias tidak hanya sekadar kematian belaka. Karena itu, ia memberi catatan kritis kepada TGIPF dalam melakukan pekerjaannya.
“Kasus ini kompleks, tidak hanya sekadar kasus kematian saja tapi terkait dengan sistem keamanan, sistem kompetisi sepak bola nasional, dan terkait juga dengan pelayanan panitia pelaksana. Kemudian, juga dengan manajemen pengamanan perlu diaudit, meliputi anggaran pengamanan, anggaran ini masuk ke mana,” ujarnya.
Ia berharap, TGIPF dapat menghasilkan rekomendasi dan juga penjatuhan sanksi. “Jangan sampai sekadar rekomendasi saja. Presiden harus bertindak tegas setelah mendapat rekomendasi. Karena selama ini keputusan ataupun pernyataan Presiden cenderung mengambang, tidak tegas dan tidak ada sanksi bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran,” ucapnya.
Diketahui, TGIPF menargetkan tiga minggu ke depan sudah bisa menyampaikan hasil kerjanya ke Presiden Jokowi, terkait tragedi kerusuhan yang menewaskan ratusan suporter Arema.
Ketua TGIPF Mahfud MD menyatakan, TGIPF nantinya bakal merekomendasikan pemberian sanksi bagi pihak yang terbukti melanggar. “Tim akan merekomendasikan penjatuhan sanksi bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran,” katanya.
Lebih dari 120 suporter Arema meninggal dunia dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan. Tragedi ini bermula ketika sejumlah Aremania turun ke lapangan ketika timnya dikalahkan Persebaya dengan skor 2-3.
Aparat mencoba membuyarkan massa di lapangan hingga menggunakan gas air mata, yang juga berdasarkan kesaksian dilontarkan pula ke arah tribun. Para suporter yang berada di tribun pun panik, sehingga berupaya berdesak-desakan keluar dari stadion.
Di tengah kepanikan itu, banyak penonton mengalami sesak napas, terjatuh, dan terinjak-injak hingga tewas. web