SALAH seorang Aremania sekaligus saksi tragedi Kanjuruhan Malang berinisial X, mengungkapkan ada sedikitnya empat anak yang masih hilang atau belum diketahui keberadaannya.
Ia menyebutlkan, hal itu merujuk pada data yang dihimpun pihaknya sejak tragedi yang terjadi. “Yang belum terdata kurang lebih empat, dalam artian suporter itu belum ditemukan, belum pulang ke rumah,” katanya dalam konferensi pers di kanal Youtube YLBHI, Rabu (5/10).
X mengaku tak ingin menerka-nerka nasib empat anak tersebut. Namun ia berharap, semuanya dalam keadaan selamat. “Karena kita tidak ada (kabar), dan mereka tidak punya KTP, masih di bawah umur,” ujarnya.
Kementerian PPPA sebelumnya mengonfirmasi sedikitnya sudah 33 anak meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan.
Sementara, Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang Daniel Siagian menyebutkan, verifikasi jumlah korban masih terus dilakukan.
Data korban yang sudah ada akan dicocokkan dengan data lintas instansi, karena ada beberapa korban yang tanpa identitas atau identitasnya kabur.
“Posko bantuan hukum, sejak Minggu hingga Rabu ini, saya belum bisa menyebutkan berapa (korban), tapi sudah melakukan berbagai penyisiran terhadap korban-korban Kanjuruhan,” ucapnya.
Tragedi Kanjuruhan bermula saat polisi menambakan gas air kepada para penonton sepak bola. Polisi mengklaim gas air mata itu ditembakan untuk melerai kerusuhan para pendukung Arema, yang kecewa dan turun ke lapangan menemui tim dan offisial.
Gas air mata itu ditembakkan tidak hanya kepada para suporter di lapangan, tetapi juga terhadap penonton di tribun, sehingga membuat massa panik. Penonton pun berlarian dan berdesak-desakan menuju pintu keluar.
Banyak di antaranya yang sesak nafas dan terinjak-injak. Setidaknya lebih dari 125 orang dilaporkan tewas dengan ratusan lainnya luka-luka akibat kerusuhan tersebut. web