
JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merespons kabar dirinya akan dideklarasikan oleh koalisi tiga partai yakni Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS sebagai calon presiden (capres).
Namun, Anies mengaku belum bisa bicara hal tersebut. Dia masih menuntaskan pekerjaan sebagai gubernur di waktu yang tersisa.
“Gini, saya kan masih di Jakarta sampai 16 Oktober. Nanti sesudah 16 Oktober,” kata Anies saat ditemui di Jakarta, Kamis (29/9), seperti dikutip cnnindonesia.com.
Anies enggan berkomentar lebih jauh soal isu deklarasi capres 10 November. Dia juga tak menanggapi isu berpasangan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Pilpres Anies memilih senyum sambil meninggalkan barisan wartawan. Dia hanya menanggapi permintaan swafoto warga.
Sebelumnya, Demokrat, PKS, dan NasDem menjalin komunikasi untuk membangun koalisi. Namun, belum ada deklarasi resmi hingga saat ini.
Meski demikian, nama Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan masuk bursa capres bakal koalisi tersebut. Nama-nama seperti AHY, Ahmad Heryawan, dan Andika Perkasa masuk bursa cawapres.
Sementara, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan, PDIP tidak akan mendapat keuntungan elektabilitas jika Puan Maharani diusung menjadi capres di Pilpres 2024.
Dengan kata lain, Puan Maharani tidak memberikan pengaruh positif kepada PDIP di pemilihan legislatif.
“Mbak Puan tidak meningkatkan elektabilitas PDIP kalau dia dicalonkan,” kata pendiri SMRC, Saiful Mujani dalam keterangannya, Kamis (29/9).
Survei SMRC menyajikan sejumlah simulasi yang mengungkap efek ekor jas atau coattail effect bagi PDIP dari empat nama potensial di pencalonan presiden 2024 yaitu Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Dari empat nama tersebut, hanya Puan yang jika dicalonkan tak akan mampu mendongkrak suara PDIP di Pemilu. Sementara tiga nama lain, dengan urutan paling tinggi Ganjar Pranowo, mampu mengerek suara PDIP dengan elektabilitas mulai 36-43 persen.
Dalam survei terbuka terhadap PDIP tanpa tokoh yang diusung di pilpres, sebanyak 28 persen responden mengaku akan memilih partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Sisanya, 43 persen menyatakan tidak memilih, dan 29 persen tidak menjawab.
Kemudian dalam skenario pertama jika PDIP mengusung Puan, perolehan suara PDIP justru turun menjadi 25 persen. Sisanya, 44 persen tidak memilih, dan 31 persen tidak tahu.
“Nah kalo Mbak Puan itu agak mengancam terhadap PDI Perjuangan. Orang yang sudah ada di PDIP pun itu bisa pergi, kalau Mbak Puan dipaksakan jadi calon, itu fakta temuan kita dari eksperimen itu,” kata Saiful.
Elektabilitas PDIP justru akan melonjak tinggi jika mengusung kader mereka sekaligus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Angkanya mencapai 43 persen. Hanya 33 persen yang menjawab tidak akan memilih, dan 24 menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.
“Ganjar memperkuat PDIP secara signifikan,” kata Saiful,” katanya.
Nama Anies Baswedan bahkan lebih baik dari Puan untuk membantu perolehan suara PDIP jika diusung di Pilpres. Sebanyak 38 persen responden mengaku akan memilih PDIP jika mengusung Anies.
Begitu pula dengan Prabowo Subianto. Meski telah bulat didukung partainya maju di 2024, nama Prabowo mampu mengangkat suara PDIP hingga 36 persen.
Menurut Saiful, secara keseluruhan Ganjar memiliki pengaruh paling positif pada peningkatan suara PDIP sebesar 14,7 persen. Sementara pengaruh Anies Baswedan 9,9 persen, dan Prabowo 8,4 persen. Dan, hanya Puan yang berpengaruh negatif pada perolehan suara PDIP.
Survei SMRC dilakukan secara tatap muka pada 5-13 Agustus 2022 terhadap seluruh warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Sebanyak 1.220 responden dipilih secara random (stratified multistage random sampling) dengan response rate sebesar 1053 atau 86 persen.
Sedangkan margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling). web