
BANJARMASIN – 496 Tahun tentu bukanlah usia yang muda lagi untuk sebuah kota. Namun, bergonta-ganti kepemimpinan, persoalan sampah masih tak kunjung ada penyelesainnya.
Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina, dalam sesi wawancara, saat gelaran konferensi pers terkait perayaan Hari Jadi Kota Banjarmasin waktu lalu, menepis anggapan bahwa lahan pembuangan sampah yang tersisa sudah darurat.
“Justru lahan yang tersisa itu masih bisa menampung sampah selama sepuluh tahun,” ujarnya.
Kemudian dalam hal pengurangan sampah langsung dari sumbernya, menurutnya sudah menjadi Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada).
Ibnu menyebut Kota Banjarmasin saat ini sudah mempunyai 309 Bank Sampah yang tersebar di 52 kelurahan. Ditambah satu Bank Sampah Induk di Kecamatan Banjarmasin Utara.
“Capaian kami pada Jakstranas 26 persen. Dan, 26,7 persen terkait penurunan sampah. Itu data Per Juni 2022,” jelasnya.
Ibnu menjelaskan, 30 persen penurunan volume sampah yang ada merupakan jumlah yang ditangani oleh DLH. Sisanya 70 persen adalah dari pengelolaan.
Lantas, bagaimana dengan masih adanya sampah yang bahkan dibuang di eks TPS yang sudah ditutup? Terkait hal itu, Ibnu bilang, itu adalah ulah masyarakatnya sendiri yang tidak mau taat dengan aturan. Jadi menurutnya, bukan kesalahan pemerintah.
“Karena itu kami lakukan penegakan hukum atau perda di sana. Makanya sekarang sudah mulai berkurang jumlah sampahnya. Sebagian masyarakat sudah sadar dan taat untuk membuang sampah pada tempat dan pada waktu yang sudah ditentukan,” jelasnya.
Di sisi lain, di sejumlah TPS yang ditutup juga sudah ada solusinya. Yakni difokuskan di TPS yang dibangun di eks lokasi Pasar Buah.
Lalu, melalui keberadaan TPS 3R. Selanjutnya, mengubah TPS yang ada dengan bentuk Rumah Sampah.
“Kami sedang berusaha keras untuk menghilangkan TPS yang lokasinya di pinggir jalan. Itu, bentuk upaya kami dalam hal menangani permasalahan sampah di Banjarmasin,” ujarnya.
Senada, Wakil Wali Kota Banjarmasin, Arifin Noor menjelaskan, keputusan untuk mengubah sistem dan fungsi sebuah TPS merupakan hasil evaluasi kinerja yang selama ini dijalankan.
Selain itu, hal tersebut juga merupakan masukan dari para pemerhati lingkungan dan akademisi.
Hal itu diungkapkannya bukan tanpa alasan. Pihaknya menilai bahwa sampah akan terus ada dan tetap diproduksi oleh masyarakat di Kota Banjarmasin.
“Setiap kali ada kegiatan yang kita lakukan atau hari libur, sudah pasti akan ada peningkatan volume sampah. Maka, hal itu juga mesti diperhitungkan dengan matang,” katanya.
Arifin juga mencontohkan, setiap kali ada warga luar kota yang masuk ke Kota Banjarmasin, baik untuk berwisata atau sekadar berkunjung, juga pasti akan menambah volume sampah.
“Kalau kita kedatangan 300 ribu orang per harinya, maka potensi penambahan sampah ini sangat besar. Satu orang saja sampah yang mereka buang, maka akan ada 300 ribu sampah. Belum lagi sampah dari rumah tangga,” jelasnya.
“Kita tidak mampu mengatur hal ini, karena mereka yang datang sebagai pendatang, alias bukan yang bermukim,” ujarnya.
Lantas apakah ada solusi lain yang ditawarkan? Arifin mengatakan ada. Salah satunya dengan bakal mewajibkan pihak pembangun perumahan untuk menyiapkan lahan khusus untuk pembuangan sampah.
Jadi, pengelola tahu perusahaan yang membangun perumahan harus menyiapkan area rumah sampah di lokasinya. Sebelum nantinya SKPD yang bersangkutan menerbitkan perizinan.
“Misalnya rumah sampah dengan tipe 60 untuk kawasan perumahan dengan skala kecil yang bisa dijalankan petugas keberhasilan kompleks memakai gerobak atau kendaraan roda tiga,” jelasnya.
Kemudian, perumahan dengan skala sedang rumah sampah yang disediakan dengan tipe 100 dengan memakai angkutan mobil pick up, kemudian untuk rumah sampah tipe 200 memakai truk.
Seluruh langkah tersebut diakuinya akan dijalankan secara bertahap, termasuk salah satunya dengan menggandeng para tokoh masyarakat hingga alim ulama.
Tujuannya, agar pola hidup bersih menjadi kebiasaan warga Banjarmasin. “Semoga sebelum tahun 2024 langkah inovasi pengelolaan sampah itu sudah mulai terealisasi,” pungkasnya. dwi