JAKARTA – Bank Syariah Indonesia (BSI) direncanakan menjadi salah satu bank badan usaha milik negara (BUMN) secara mandiri ke depannya. Namun, ada pekerjaan rumah (PR) yang dinilai perlu diselesaikan saat rencana itu berhasil dicapai.
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menyampaikan apresiasinya terhadap langkah BSI menjadi bank BUMN. Menurutnya, itu menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan ekonomi syariah.
“Tapi ada PR buat BSI, bagaimana bisa menurunkan cost of money (biaya kredit) nya, ini jadi PR. Banyak keluhan dari teman-teman pengusaha yang meminjam di BSI, tapi cost of money-nya lebih besar dari bank konvensional,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI dengan Kementerian BUMN dan BSI, Selasa (20/9).
Ia menyontohkan hal ini terjadi misalnya di daerah Aceh, diakuinya biaya kredit yang didapatkan lebih mahal. Sehingga, para pengusaha Aceh mengambil kredit di Medan.
Atas hal itu, Andre meminta BSI bersama Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia hingga OJK, untuk merumuskan solusinya. Sehingga, angka biaya kreditnya bisa lebih murah.
“Nah ini PR bagi BSI, bagaimana cari formulasi. Formula yang terbaik bagaimana cost of money-nya jangan lebih tinggi dari bank konvensional. Ini perlu didiskusikan oleh Kementerian BUMN bersama Kemenkeu dan Gubernur BI mencari solusi terbaik. Sehingga BSI, bank syariah ini bisa bersaing dengan bank konvensional dari segi pemilikan kredit pinjaman perusahaan,” kata Andre.
Untuk itu, ia mengusulkan adanya insentif yang bisa diberikan pemerintah terhadap BSI, dengan tujuan menurunkan biaya kredit yang ditarik oleh BSI. Msekipun begitu, ia tetap meminta pemerintah bersama dengan BSI merumuskan berbagai solusi yang bisa diambil.
“Jadi tolong pak dirut, pak sesmen, ini PR pak, bagaimana bank syariah bisa bersaing dengan bank konvensional. Mungkin perlu insentif dari pemerintah apakah ada potongan pajak atau subsidi apa, yang perlu dipikirkan oleh pemerintah melalui kementerian BUMN, Kemenkeu, OJK dan BI,” pungkasnya. web