
JAKARTA – Pejuang KPR alias kredit pemilikan rumah rakyat tampaknya sudah mulai pening melihat bank sentral di berbagai negara terus menaikkan suku bunga acuan.
Belum lagi, Bank Indonesia (BI) juga mulai mengerek suku bunga acuan menjadi 3,75 persen pada bulan lalu. Biasanya, suku bunga kredit termasuk KPR juga akan semakin tinggi jika bank sentral menaikkan suku bunga acuan.
Bagi masyarakat yang akan memasuki masa floating tentu harus memasang kuda-kuda untuk menghadapi suku bunga tinggi. Sebab, bunga KPR bisa berubah setiap tahun tergantung bunga acuan BI.
Skema KPR sendiri sebenarnya menawarkan dua jenis suku bunga, yaitu fixed dan floating.
Mengutip dari berbagai sumber, suku bunga fixed merupakan sistem perhitungan suku bunga yang besarannya mengacu pada pokok utang awal. Dengan begitu, cicilan bulanan yang diberikan akan sama hingga kredit lunas.
Sederhananya, A diberikan bunga KPR fixed sebesar 5 persen selama tiga tahun. Maka, jika BI menaikkan bunga acuan beberapa li dalam setahun hingga dua atau tiga kali lipat, maka bunga KPR yang akan dibebankan kepada A tetap 5 persen selama tiga tahun.
Sementara suku bunga floating adalah perhitungan suku bunga yang tidak tetap karena mengacu pada suku bunga acuan BI.
Dengan demikian, bank akan menetapkan suku bunga kredit sesuai pergerakan bunga acuan bank sentral.
Lantas apa kelebihan dan kekurangan dari KPR suku bunga fixed dan suku bunga floating?
Perencana Keuangan Advisors Alliance Group (AAG) Indonesia Andy Nugroho mengatakan dengan skema suku bunga fixed, debitur bisa mematok atau memprediksi anggaran yang akan dikeluarkan untuk membayar cicilan karena bunganya selalu sama dari awal hingga akhir masa kredit. Dengan begitu, ada kepastian berapa yang harus dibayar dibandingkan dengan skema suku bunga floating.
“Enaknya memang seperti sekarang kondisi suku bunga BI lagi naik, dia (suku bunga fixed) nggak ikut-ikutan naik,” ujar Andy.
Namun, Andy mengatakan skema ini juga memiliki kekurangan. Salah satunya debitur tidak ikut menikmati penurunan suku bunga KPR ketika bunga BI turun.
Selain itu, bank yang menawarkan suku bunga fixed biasanya menetapkan tingkat suku bunga kredit yang lebih tinggi, sehingga cicilannya akan lebih besar dibandingkan bank yang menawarkan skema suku bunga floating.
Sementara itu dengan suku bunga floating, debitur bisa membayar cicilan lebih rendah jika suku bunga acuan BI turun. “Tapi minusnya karena floating, ketika suku bunga BI naik dia harus membayar lebih tinggi seperti kondisi saat ini,” ujar Andy.
Senada, Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Mohamad Andoko mengatakan debitur dengan skema suku bunga fixed bisa mengetahui dengan pasti cicilan yang diberikan setiap bulan hingga akhir masa kredit.
Skema suku bunga tetap darawal hingga akhir juga akan menguntungkan debitur bila penghasilannya bertambah setiap tahun. Sebab, proporsi cicilan KPR dibandingkan penghasilan menjadi semakin sedikit seiring berjalannya waktu.
Sementara, skema bunga floating bisa menguntungkan debitur karena cicilannya berpotensi semakin kecil jika BI menurunkan suku bunga acuan. Sebaliknya cicilan nasabah akan bertambah jika bank sentral menaikkan suku bunga acuan. “Sehingga dari sisi pembeli KPR, dia jadi nggak bisa ada kepastian,” imbuh Andoko. cnn/mb06