
JAKARTA – Kelompok buruh resah karena harga BBM naik. Padahal selama tiga tahun upah buruh tidak ada kenaikan. Sebagai bentuk protes, para buruh 6 September 2022 ribuan buruh turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi.
Tak berhenti disitu, kelompok buruh juga menolak bantuan langsung tunai (BLT) BBM dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi kelompok pekerja dengan upah Rp 3,5 juta per bulan. Ini dipandang tak tepat sasaran melihat kondisi di lapangan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkap, kenaikan harga BBM akan memukul daya beli buruh hingga 50 persen. Ini akibat dampak dari pandemi Covid-19 yang belum pulih sepenuhnya serta tak adanya kenaikan upah buruh.
“Bahkan kalau kita lihat (data) BPS, nilai upah buruh bangunan dan petani juga turun nilai riil upahnya. Ditambah lagi dengan BBM kenaikan 30 persen mengakibatkan inflasi sampai 6,5-8 persen, itu Litbangnya Partai Buruh dan KSPI ya. Di beberapa pengamat ekonomi juga memprediksi demikian,” tuturnya.
Di samping itu, ia memprediksi biaya sewa kontrakan pun akan meningkat sekitar Rp 50.000-100.000. Alasannya, biaya sehari-hari pemilik kontrakan pun alami peningkatan, guna menopang nya, biaya kontrakan menjadi tumpuan. “Itu tahu engga pemerintah yang kayak gitu, pasti Menteri Keuangan enggak ngerti, karena orang kaya dia itu,” ujarnya.
“Oleh karena itu dampak yang paling kerasa itu daya beli (turun) sampai 50 persen. Upah enggak naik loh. 2023 Menaker sudah menyatakan akan kembali menggunakan menyesuaikan dengan PP 36/2021. Artinya ini para buruh para pekerja gak naik upahnya. BBM naik, barang-barang naik, pukul daya belinya,” Said Iqbal membeberkan.
Dampak lainnya, menurut Presiden Partai Buruh ini, kenaikan harga BBM subsidi meningkatkan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini kembali sebagai imbas dari kenaikan ongkos yang dikeluarkan oleh buruh, maupun perusahaan.
Misalnya, biaya logistik yang meningkat, bjaya ongkos transportasi yang meningkat, ongkos bus karyawan yang juga ikut meningkat. Kondisi ini memperparah sejumlah sektor yang belum pulih akibat pandemi Covid-19.
“Memang betul dia sudah menggunakan harga solar untuk produksi, harga keekonomiannya, diluarnya, bis karyawan, kemudian tunjangan transportasi, ada juga logistik kan naik semua, akhirnya apa? PHK untuk melakukan efisiensi. Itu ancaman loh, itu paham gak itu sampai kesitu,” terangnya.
Ternyata, bantuan subsidi upah (BSU) juga tak luput dari bidikan Said Iqbal. Ia menilai besaran Rp 600.000 untuk 4 bulan bagi pekerja dengan upah Rp 3,5 juta ke bawah adalah satu hal yang kurang tepat.
Ia juga menyebut, yang paling terdampak atas kenaikan harga BBM ini adalah kelompok urban, buruh menjadi salah satunya.
“BLT yang diberikan itu Rp 600.000 per 4 bulan sekaligus, atau sebulannya Rp 150.000, itu gula-gula, remeh temeh, itu pun untuk yang berupah paling tinggi Rp 3,5 juta (perbulan). Loh yang terdampak itu masyarakat urban, buruh itu urban, dia kan kontrakan naik, ongkos transportasi naik, harga warung tegal naik, warung padang naik,” kata dia. lp6/mb06