Jumat, Juli 4, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Jerat Utang Sri Lanka, Indonesia Harus Waspada

by matabanua
5 September 2022
in Opini
0

Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)

Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa akhirnya resmi mundur. Pengunduran dirinya pada 15/7/2022 disambut sorak-sorai rakyat. Sebelumnya, Rajapaksa telah kabur dari Sri Lanka dan terbang ke Maladewa untuk selanjutnya ke Singapura. Krisis politik dan ekonomi yang parah telah terjadi di Sri Lanka dan memicu gelombang protes selama berbulan-bulan. Mereka menuntut sang Presiden mundur karena dianggap bertanggung jawab atas terjadinya inflasi yang tinggi, kelangkaan bahan kebutuhan pokok, dan korupsi.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Sri Lanka tengah menghadapi krisis terbesarnya sejak kemerdekaannya pada 1948. Melansir dari Tirto (19/4/2022), pada (11/4/2022) Sri Lanka mengumumkan default atau gagal bayar atas utang luar negerinya sebesar 51 miliar dolar AS atau setara Rp732 triliun (kurs USD Rp14.365). Krisis ini memicu terjadinya demonstrasi besar-besaran dari berbagai kalangan, bahkan para dokter di sana ikut turun tersebab cadangan obat-obatan hampir habis. Rakyat Sri Lanka menuntut Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa untuk mundur karena dianggap tidak becus mengurus negara.

Sri Lanka dinyatakan bangkrut karena krisis ekonomi parah dan gagal membayar utang luar negeri. Nilai tukar Rupee Sri Lanka terhadap Dolar AS terus melemah hingga pada Jumat (15/07/2022), 1 dolar AS setara 360,15 Rupee Sri Lanka. Padahal, tahun lalu, nilai tukar Rupee Sri Lanka masih 199 per dolar AS. Akibatnya, harga barang-barang melambung tinggi hingga inflasi tahunan mencapai lebih dari 50%. Bahkan, inflasi pangan mencapai 80%.

Perekonomian negara bekas jajahan Inggris ini bertumpu pada sektor pariwisata yang kemudian terpukul akibat peristiwa pengeboman dan pandemi Covid-19. Sri Lanka kemudian kehabisan dolar AS sehingga tidak mampu membiayai impor barang-barang pokok, termasuk BBM. Akibatnya, terjadi krisis energi yang berlanjut krisis pangan dan sosial.

Belum lagi masalah korupsi yang semakin membuat rumit masalah ekonomi. Mereka memperkaya diri sendiri dan justru memperburuk perekonomian, dikutip dari AP. Ekonomi di Sri Lanka terus memburuk. Pemerintah membutuhkan pendapatan lebih banyak mengikuti utang asing yang terus membengkak salah satunya akibat proyek infrastruktur. Sejumlah kebijakan dalam negeri memperburuk kondisi ini.

Salah satunya adalah penerapan pajak terbesar sepanjang sejarah. Ini menyebabkan banyak investor kesulitan membayar dan sekaligus kesulitan meminjam dana dari bank. Tahun 2021, pemerintah juga melarang mengimpor pupuk kimia dan mendorong pupuk organik. Tindakan ini menyebabkan produksi beras menurun dan membuat harga melonjak. Pemerintah juga melarang impor pada barang mewah untuk menghemat devisa. Sedangkan perang Ukraina juga berdampak atas naiknya harga makanan dan minyak.

Kondisi itu menyebabkan penduduk di Sri Lanka terancam kelaparan. Sebagian penduduk di negara tropis itu bisa menanam makanan mereka sendiri. Namun PBB memperkirakan sembilan dari setiap 10 keluarga akan kesulitan untuk makan dalam sehari. Sedangkan sekitar 3 juta penduduk bergantung pada bantuan kemanusiaan. Para dokter juga menyebut suplai obat dalam kondisi kritis.

Semakin banyak penduduk Sri Lanka mengurus paspor dan visa untuk bekerja di luar negeri. Pemerintah juga telah memberikan hari libur ekstra selama tiga bulan agar penduduknya bisa menanam makanan mereka sendiri. Pemerintah Sri Lanka pun mengupayakan sejumlah hal. Di antaranya utang sebesar USD4 miliar dari India dan juga harapan piutang dari IMF. Sri Lanka juga meminta bantuan pada negara besar lain seperti China, Amerika Serikat, Jepang, untuk utang hingga jutaan dollar.

Pakar ekonomi Islam Dr. Arim Nasim, SE., M.Si., Ak., CA. mengulas akar masalah terjadinya krisis ekonomi di Srilanka. Menurutnya, hal ini terjadi akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. “Penyebab yang sangat menonjol adalah kesalahan pengurusan ekonomi yang menerapkan sistem kapitalisme,” nilainya dalam Kajian Ekonomi Islam: “Krisis Ekonomi Srilanka, Ada Apa?” di YouTube Khilafah Channel Reborn, Sabtu (04/06/2022).

Terutama, lanjutnya, karena dua unsur, yaitu korupsi dan nepotisme dalam proyek pembangunan. “Memang awalnya, kondisi yang mendorong makin parahnya krisis ekonomi di berbagai negara terjadi karena pandemi dan berdampak pada aspek yang menjadi salah satu sumber devisa. Pandemi yang berlangsung selama 2 tahun ini berdampak terhadap penurunan turis asing,” ujar Arim.

Selain itu, Arim mengatakan, penyebab krisis Srilanka adalah ketidakmampuan negara tersebut dalam membayar utang. “Negara berkembang itu kan membangun ekonominya dengan di-backup oleh negara maju seperti Cina,” ulasnya. Sementara itu, ia menyebutkan, cadangan devisa di Srilanka sedang menipis. “Cadangan devisa Srilanka ini hanya sekitar 1,94 miliar. Padahal, saat itu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan impor membutuhkan minimal 4 miliar,” jelasnya.

Kesalahan langkah yang diambil saat terjadi kesulitan devisa, menurut Arim, adalah upaya yang dilakukan oleh Srilanka justru solusi tambal sulam. “Srilanka mendapat bantuan darurat dari IMF di mana hal itu justru akan menambah beban utang,” tuturnya. Arim menyatakan bahwa krisis ekonomi tersebut akhirnya juga menjalar pada kondisi politik. “Rakyat menjadi tidak percaya terhadap rezim atau penguasa yang ada saat ini karena adanya korupsi dan nepotisme tersebut,” imbuhnya.

Krisis ekonomi parah di Sri Lanka dan sembilan negara lainnya menjadi sinyal kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam mengelola dunia. Menurut laporan PBB, terdapat 1,6 miliar orang di 94 negara yang menghadapi setidaknya salah satu dimensi krisis pangan, energi, dan sistem keuangan. (CNBC Indonesia, 16/07/2022). Agar tidak bernasib sama dengan Sri Lanka, berikut beberapa penyebab krisis Sri Lanka yang harus kita hindari:

1. Politik dinasti dan pemerintahan yang korup.

Dinasti Rajapaksa telah berkuasa di Sri Lanka sejak 2004 ketika Mahinda Rajapaksa, kakak Gotabaya Rajapaksa, diangkat sebagai Perdana Menteri. Mahinda Rajapaksa menjadi presiden selama satu dekade hingga 2015. Selanjutnya, Gotabaya menjadi presiden sejak 2019 hingga mengundurkan diri. Politik dinasti menjadikan kekuasaan berputar di kalangan tertentu, meski sebenarnya mereka tidak kapabel. Jadilah negara salah urus karena dipimpin orang yang tidak mampu memimpin.

Dari Abu Hurairah ra. mengatakan, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya, “Bagaimana maksud amanat disia-siakan?” Nabi menjawab, Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Bukhari No. 6015)

Pemerintahan dinasti ini kemudian berlaku korup sehingga kekayaan negara dinikmati oleh segelintir penguasa saja, sementara rakyat hanya bisa diam karena rezim bertindak represif.

2. Ketergantungan pada impor.

Sri Lanka sangat tergantung pada impor, terutama impor pangan dan energi. Ketika harga di tingkat global naik, salah satunya karena perang Rusia-Ukraina, biaya impor Sri Lanka pun ikut terbebani. Krisis pangan dan energi pun terjadi.

3. Pembangunan infrastruktur mercusuar.

Sri Lanka berutang miliaran dolar AS ke Cina untuk proyek-proyek prestisius seperti stadion kriket, bandara, dan pelabuhan yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Proyek mercusuar ini akhirnya membebani APBN karena karena didanai dari utang luar negeri.

4. Doyan utang.

Total utang Sri Lanka ke Cina mencapai US$8 miliar. Akibatnya, Sri Lanka masuk dalam jebakan utang Cina sehingga gagal bayar utang senilai 51 miliar dolar AS (Rp764,79 triliun), yakni mencapai 60,85% dari produk domestik bruto (PDB). Akibat jebakan utang ini, pada 2016, pengelolaan pelabuhan Hambanthota diserahkan kepada Cina.

5. Bergantung pada sektor pariwisata.

Ekonomi Sri Lanka sangat tergantung pada pariwisata. Padahal, sektor pariwisata sangat rentan goyah ketika ada sentimen negatif seperti pandemi, kerusuhan, dan lain-lain.

Atas berbagai sebab kebangkrutan Sri Lanka tersebut, Indonesia harus waspada. Apalagi faktor-faktor tersebut juga terjadi di Indonesia, yakni tergantung pada impor, termasuk impor energi dan pangan. Saat ini, 65% dari energi fosil kita bergantung pada impor. Impor pangan juga makin gencar dilakukan, mulai dari beras, daging, kedelai, dan lain-lain. Utang luar negeri Indonesia juga tinggi, saat ini mencapai Rp6.094 triliun.

Politik dinasti, pemerintahan yang korup, dan pembangunan infrastruktur mercusuar bermodal utang juga terjadi di sini. Sektor pariwisata yang menjadi andalan Indonesia pun sangat rentan terhadap guncangan ekonomi dan politik. Indonesia sering berlindung di balik rasio utang yang katanya masih aman. Namun, jangan lupa, survei Bloomberg menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam 15 negara di dunia yang terancam resesi. Oleh karenanya, kita tidak boleh lengah.

Dari bangkrutnya Sri Lanka, ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil:

1.Kegagalan kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan manusia. Miliaran manusia hidup dalam kemiskinan akibat kapitalisme. Di dalam kapitalisme, negara besar “memakan” negara kecil, seperti Cina memakan Sri Lanka. Yang besar memakan yang kecil merupakan praktik nyata dalam sistem kapitalisme.

2.Kebangkrutan juga melanda negeri muslim. Sungguh disayangkan, negeri muslim yang kaya sumber daya alam seperti Afganistan, Turki, Pakistan, dan Mesir justru masuk negara yang bangkrut. Negeri muslim yang lain seperti Indonesia, meski tidak terkategori bangkrut, tetapi kondisinya juga tidak sejahtera. Padahal Allah Swt. telah mengaruniakan kekayaan alam luar biasa pada negeri-negeri muslim. Namun, karena tidak dikelola dengan syariat Islam dan tidak ada institusi Khilafah yang menjaganya, akhirnya kekayaan alam tersebut digarong oleh negara-negara penjajah.

3.Kekuasaan pasti berakhir. Di muka bumi ini, tidak ada kekuasaan yang abadi. Setiap tiran akan tumbang dengan menyedihkan. Tidakkah kisah Firaun menjadi pelajaran bagi para penguasa? Setiap tindakan zalim penguasa  diminta pertanggungjawabannya di akhirat. Semua amal saleh mereka akan diberikan pada orang yang dizalimi. Jika kurang, dosa orang yang dizalimi akan ditimpakan pada penguasa zalim tersebut. Merekalah orang-orang yang bangkrut di akhirat.

4.Rakyat harus bangkit. Melihat fenomena tumbangnya penguasa tiran di Sri Lanka, rakyat harus sadar bahwa kekuasaan adalah miliknya. Sistem dan penguasa yang ada di dunia hari ini tidak mampu menyejahterakan mereka, bahkan mencuri kekayaan alam mereka.

Hal yang terjadi pada Sri Lanka adalah problem bawaan sistem kapitalisme. Sangat mungkin terjadi pada Indonesia jika sistem kapitalisme masih menjadi pijakan. Tata kelola ekonomi yang berbasis riba menjadikan utang sebagai tumpuan dalam mengurusi kebutuhan bernegara. Padahal, semua itu hanyalah alat negara besar untuk bisa makin menguasai dunia. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang mengharamkan utang berbasis riba. Pembiayaan pembangunan seluruhnya dari kas negara, yaitu Baitulmal yang pengelolaannya sesuai syariat agar optimal menjalankan fungsinya.

Selain itu, syariat sudah jelas mengatur kepemilikan sehingga SDA yang merupakan kepemilikan umum tidak akan digondol asing. Dalam Islam, haram hukumnya kepemilikan umum salah satunya SDA untuk dikelola swasta, apalagi asing. Negaralah yang berhak mengelola dan diperuntukkan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan umat. Inilah yang menjadikan sumber pemasukan kas negara berlimpah sehingga tidak perlu bertumpu pada pajak maupun utang.

Selain itu, penguasanya akan amanah dan fokus pada pengurusan umat sehingga terlahir negara independen yang bebas dari setir negara adidaya. Dengan kesempurnaannya ini, negara penerap syariat Islam dalam bingkai Khilafah akan mampu memimpin dunia menuju kemuliaannya. Oleh karenanya, umat harus bangkit dan melawan kezaliman. Berikanlah kekuasaan itu pada sistem dan orang yang menerapkan Islam karena hanya Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemuliaan umat.

 

 

Tags: BBMNor Faizah RahmiPraktisi Pendidikan & Pemerhati RemajaSri Lanka
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA