Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
Mahalnya biaya pendidikan sudah jamak diketahui masyarakat negeri ini. Bahkan nampaknya masyarakat dipaksa menerima kondisi ini. Tak ayal para orangtua pun harus bekerja keras banting tulang agar anak mereka bisa menempuh pendidikan setinggi mungkin. Sebagaimana diketahui bahwa media sosial sempat diramaikan mengenai tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri.
Salah satunya akun twitter @Mudirans yang mengunggah foto berisi persyaratan jaminan kemampuan keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Sabtu (18/7/2022). Diketahui bahwa JKK tersebut mencantumkan rekening orang tua atau walinya dengan nominal minimum 100 juta rupiah.
Meskipun perguruan tinggi menyediakan beasiswa, namun jumlahnya tidak sebanyak jalur mandiri yang sebagian universitas mematok 50 persen kuota. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengakui jika memang biaya kuliah di tanah air saat ini masih terbilang mahal. Ia mengungkapkan banyak orang tua tak melanjutkan studi anak lantaran benturan biaya. Ia pun mengakui bahwa biaya mahal tersebut tidak cukup tertutupi dengan sejumlah program pemerintah seperti beasiswa Kartu Indonesia Pintar atau KIP (kedaipena.com).
Konsultan Pendidikan dan Karier Ina Liem menyampaikan, penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di universitas disebut karena beberapa universitas negeri tengah didorong untuk berbadan hukum. “Sejak sebelum pandemi, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang,” ujarnya (kompas.com).
Makin beratnya beban pembiayaan PT karena komersialisasi pendidikan, lepasnya negara dari pembiayaan pendidikan tinggi dan makin besarnya beban pemenuhan kebutuhan hidup yang ditanggungkan pada penghasilan rakyat. Pasalnya dalam sistem kapitalisme neoliberal, pendidikan dianggap komoditas ekonomi. Hal ini pun tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d UU Perdagangan bahwa jasa pendidikan memang menjadi salah satu komoditas yang dapat diperdagangkan.
Walaupun memang pengaturan jasa pendidikan ini tidak dapat dilepaskan dari UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Maupun UU no. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi atau (UU PT). Namun demikian, potensi komersialisasi pendidikan sudah terbuka lebar. Selain itu, negara lepas tanggung jawabnya dari mengurusi rakyat, sebagai salah satu konsekuensi dari tata kelola negara kapitalistik, termasuk dalam pembiayaan pendidikan tinggi.
Terkadang menjadi miris dan sedih melihat berita hari-hari ini. Bersamaan dengan tahun ajaran baru, masyarakat juga harus menyiapkan biaya pendaftaran anak sekolah, membeli seragam dan perlengkapan sekolah lainnya. Masyarakat yang saat pandemi sudah cukup berat menanggung beban ekonomi, bertambah berat di tengah harga bahan pokok yang tidak terkendali.
Sejatinya kapitalisme adalah sistem yang rusak. Sebab utama kegagalan kapitalisme sekuler karena bertentangan dengan fitrah dan akal sehat manusia. Sehingga tak aneh ada begitu dalamnya ketidakadilan karena gap kesenjangan sosial dan ekonomi antara the have dan the have not. Inilah ciri khas negara kapitalisme sekuler yang menyerahkan segala urusan kepada rakyat. Sementara sistem ekonomi juga mengadopsi sistem kapitalisme liberal. Pemilik modal asing maupun swasta bebas mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Akhirnya, kekayaan alam negeri terus dikuras asing.
Kondisi ini jelas akan mendorong makin lunturnya pandangan terhadap PT sebagai sumber ilmu dan penghasil para ilmuwan. Bergeser pada pandangan materialistik terhadap orientasi pendidikan. Paradigma good governance dan reinventing government mengharuskan negara berlepas tangan dari kewajiban utamanya sebagai pelayan rakyat. Ditambah lagi di kehidupan kapitalistik, beban pemenuhan kebutuhan hidup yang ditanggungkan pada penghasilan rakyat semakin besar, seperti pajak melangit, harga bahan pokok, BBM, gas, dan listrik terus melonjak.
Mahalnya biaya kuliah sejatinya bisa diselesaikan jika negara menerapkan aturan Islam secara kaffah. Sistem Khilafah akan menerapkan hukum syariat, baik dalam tatanan politik dan ekonominya. Dalam tatanan politiknya, negara berperan secara tegas sebagai penanggung jawab dan pelaksana langsung pengelolaan pendidikan. Negara tak akan melemparkan tanggung jawab pada swasta, korporasi ataupun masyarakat. Jika pun mereka hendak terlibat hanyalah sebagai amal saleh yang tidak sampai mengambil peran negara.
Adapun secara ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi Islam sehingga mendapatkan sumber-sumber pemasukan bagi pembiayaan pendidikan tinggi. Biaya pendidikan akan diambil dari pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara, yakni fai dan kharaj. Semua diatur melalui mekanisme Baitulmal. Pendidikan, termasuk pendidikan tinggi merupakan kebutuhan primer masyarakat yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Negara memastikan seluruh rakyat mendapatkan pelayanan tersebut baik miskin atau kaya, pintar atau tidak, Muslim atau non-Muslim semuanya dilayani dan diberi kemudahan akses. Karenanya negara akan memberikan anggaran berapapun kebutuhannya. Negara harus mengupayakan melalui berbagai jalur sesuai tuntunan syariat.
Anak-anak adalah calon generasi penerus harapan bangsa. Tentu saja, semestinya seluruh anak negeri bisa sekolah hingga perguruan tinggi terbaik. Kemampuan negara membiayai sektor pendidikan tinggi juga akan disertai peningkatan kualitasnya. Sebab, tata kelola pendidikannya berdasarkan akidah Islam. Tujuan, kurikulum, hingga metode implementasinya terjamin sahih.
Maka, mewujudkan SDM berkualitas pun tidak perlu diragukan lagi. Pendidikan Islam pernah terwujud dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam terbukti mampu menghasilkan ilmuwan-ilmuwan handal, bahkan hasil penemuan mereka masih kita rasakan pengaruhnya hingga hari ini. Melalui pendidikan Islam orientasi pendidikan akan kembali pada jalurnya, yakni membentuk kepribadian Islam dan mewujudkan kemaslahatan di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, hendaknya semua elemen meningkatkan kesadaran dan melakukan evaluasi bersama. Kaum Muslim selayaknya terus mendakwahkan syariah Islam sebagai solusi terhadap berbagai problem yang membelit negeri. Mulai dari problem akhlak, pendidikan, ekonomi, sosial, keamanan, hingga problem politik. Pada sisi inilah aktivitas dakwah secara argumentatif dan edukatif yang menyerukan penerapan Islam kaffah menjadi sangat penting. Sekaligus menjadi bukti nyata kepedulian pada negeri ini.[]