
BANJARMASIN – Pembahasan Raperda Penanggulangan kemiskinan oleh pansus penanggulangan Kemiskinan DPRD Kota Banjarmasin masih berkutat pada data miskin yang tak singkron antar dinas terkait. Masing-masing dinas ternyata memiliki data tersendiri dengan kriterianya masing-masing, sehingga rentan terjadinya bantuan tumpang tindih.
Ketua Pansus Raperda Penanggulangan Kemiskinan, Sukhrowardi mengatakan, data dan kriteria yang masing-masing tersebut mengakibatkan data miskin kota Banjarmasin sangat banyak. Data belum terklasifkasi atau terkategori sehingga data tersebut tidak bisa dijadikan acuan untuk penanggulangan atau penanganannya.
“Kami ingin membuat regulasi kemiskinan maka perlu ada kesamaan persepsi antara dinas sosial, Barenlitbangda, Disdik dan kesehatan dan lain – lain haruslah sama dan terpusat,” kata Sukhrowardi, Selasa (23/8).
Ia menjelaskan, data juga tumpang tindih lagi dengan dinas dari SKPD seperti dinas kependudukan dan dinas sosial. “Makanya kita perlu samakan persepsi miskin, sehingga bisa mengkategorikan dalam penanganan melalui pemberdayaan masyarakatnya,” tuturnya.
Menurutnya, dalam penanggulangan kemiskinan yang baik bagi masyarakat tidak dengan memberikan bantuan atau subsidi. Namun masyarakatnya harus diberdayakan sesuai dengan kemampuannya agar bisa produktif dan tak tergantung lagi dengan bantuan pemerintah.
“Seperti contohnya, dia miskin karena tidak ada pekerjaan maka bantulah dengan memberikan pelatihan kerja sehingga memiliki usaha,” ujarnya.
Contoh lain, lanjut politisi Partai Golkar tersebut, ada kategori lansia tunggal namun dalam kehidupan sehari-hari dia orang mampu dan gagah. “Maka meskipun lansia dia tidak bisa dimasukkan sebagai penerima bantuan sosial, bantuan bisa diberikan dalam bentuk lain saja,” jelasnya.
Sementara, Kabid Penelitian dan pengembangan Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda), Eka Rahayu Normasari menjelaskan, pihaknya hanya sebagai bank data-data sehingga data yang dikantongi pun merupaka hasil dari data beberapa dinas.
“Kini jumlah data miskin kita sekitar 45 ribu, data tersebut belum terklasifkasi mana yang miskin, sangat miskin, disabilitas atau lansia miskin,” ujarnya.
Ia pun sependapat agar data miskin ini memilikiriteria yang sama antar dinas terkait sehingga penanganannya bisa terintegrasi. Wanita yang akrab dipanggil Bu Ayu menjelaskan, kriteria miskin yang paling awal didata biasanya pendapata atau penghasilannya sebulan yang dibandingkan lagi dengan jumlah tanggungan keluarga.
“Kita tak bisa juga melihat penghasilannya 1 juta namun kita nilai juga tanggungannya. Jika tanggungan hanya dua orang maka kita tak masukkan sebagai kategori miskin, “jelasnya.
Menurutnya, Bapedda sebagai bank data sifatnya hanya menampung dan menyimpan data. Pihaknya pun siap untuk menampung data baru yang telah diverifikasi lagi. via