
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming (MM) menentukan perusahaan-perusahaan penerima atau mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
KPK mengonfirmasi hal itu kepada saksi pensiunan aparatur sipil negara (ASN) Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo di Lapas Kelas IIA Banjarmasin, Senin (22/8), dalam penyidikan kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanbu.
“Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya perintah tersangka MM untuk menentukan perusahaan-perusahaan yang mendapatkan IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (23/8).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 memiliki kewenangan, di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Tanah Bumbu.
Pada tahun 2010, KPK mengungkapkan salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani agar dapat memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.
KPK menduga tersangka Mardani menerima uang gratifikasi dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020. Sementara itu, Mardani mengaku proses peralihan tersebut sudah sesuai proser.
“Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kadis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin,” ucap Mardani di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7) lalu.
Ia juga menyatakan, kasus yang menjeratnya itu murni masalah urusan bisnis. “Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah ‘business to business’. Tidak mungkin saya sebodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang), pengadilan utang piutang. Murni ‘business to business’,” kilah dia. ant