
TANJUNG – Majelis Daerah Korp Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI) Tabalong meminta Badan Permusyawaratan Desa atau BPD, menolak RAPBDes yang diajukan pemerintahan desa yang tidak transparan.
Menurut Koordinator Presidum KAHMI Tabalong Muryadie, transparansi penyusunan RAPBDes ini merupakan tonggak awal fungsi pengawasan dan kontrol yang dimiliki BPD, yang dapat dilakukan secara akuntabel.
“Kalau rancangan APBDes tidak transparan, pengawasan tidak akan berjalan dengan baik,” ujarnya usai menghadiri Rakorda Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI) Tabalong di Riam Bidadari, Desa Lumbang, Kecamatan Muara Uya, Rabu (10/8)
Ia menegaskan, jika tidak jelas maka di tolak saja. Itu merupakan wujud tanggung jawab pengawasan dan wujud kehadiran BPD sebagai perwakilan masyarakat desa.
Muriydie menyoroti, APBDes di Tabalong memerlukan pengawasan dari BPD yang sadar dan paham akan fungsinya, sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan desa.
Hal itu menjadi penting agar APBDes yang berorientasi kepada masyarakat di desa, tidak dibagi-bagi untuk banyak kepentingan. “APBDes itu angkanya tidak besar. Karena tidak besar, harus dijaga dari penggunaan yang menyimpang untuk hal yang tidak perlu,” katanya.
Penyelenggaraan pemerintahan desa juga disoroti Pemerhati Politik Banua Kadarisman. Ia menilai kerap terjadi benturan tidak produktif antara kepala desa dengan BPD, lantaran belum baiknya pemahaman kedua belah pihak terhadap fungsi masing-masing.
Kadarisman meminta pemerintah daerah kabupaten, dapat memperhatikan aspek pembinaan yang berimbang terhadap kepala desa dan juga BPD, agar atmosfir demokrasi pemerintahan desa dapat dijalankan berlandaskan aturan normatifnya.
“Pemda kerap hanya memberi perhatian meningkatkan kapasitas kepala desa dan aparaturnya, hingga melupakan anggota BPD,” ujarnya.
Demikian juga dalam penganggaran APBDes, lanjutnya, BPD dianggap instrumen penyelenggara pemerintahan desa kelas dua yang seharusnya setara, hanya dibedakan pada fungsinya saja.
Menurutnya, kepala desa bukan superioritas bagi BPD, dan begitu sebaliknya. Kedua lembaga desa itu mitra setara yang mesti mampu berjalan beriringan, dengan berbagi peran sesuai dengan fungsinya untuk satu tujuan mengawal APBDes berorientasi kepada hasil, dan outcome bagi masyarakat desa.
“Jangan kebanyakan pos belanja barang dan jasa. Bikin sosialisasi ini dan itu, tapi tidak menyentuh kepentingan masyarakat,” pungkas Kadarisman. tal