
BANJARMASIN – Pemberian upah bagi pekerja di Banjarmasin masih relatif rendah. Hal ini menjadi perhatian Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Banjarmasin Arufah Arif.
Ia berharap, pemerintah segera melakukan evaluasi dan merevisi kembali terhadap aturan upah para pekerja. “Masalahnya karena tingkat upah pekerja saat ini masih relatif rendah. Jika meninjau dari Undang-Undang Nomor: 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” ujarnya, Minggu (7/8).
Ia menjelaskan, jika upah pekerja rendah maka akan berdampak terhadap rendahnya daya beli masyarakat yang berdampak pula pada terjadi lonjakan inflasi. “Kita sendiri merasakan, semua harga barang terutama sembako mengalami kenaikan ditambah upah rendah berdampak pula daya beli masyarakat menurun, “kata Arufah yang mewakili komisinya membidangi masalah kesejahteraan masyarakat.
Arufah menjelaskan, mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 36 tahun 2021 tentang Pengupahan berlaku, aturan Pengupahan menggunakan formula berbeda.
Rumus itu diterapkan pada 2022 tahun ini dengan rata-rata kenaikan upah minimum secara nasional hanya berkisar 1,09 persen. “Kenaikan hanya sekitar 1 persen lebih itu tak akan menutupi kebutuhan buruh,” tuturnya
Ia juga menilai, jika upaya minum 2023 tahun depan masih mengacu pada PP Nomor: 36 tahun 2021 tersebut, dikhawatirkan upah pekerja atau buruh akan semakin tergerus oleh kenaikan inflasi.
Menurutnya lagi, atas keputusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK) Undang-Undang Cipta Kerja kini sedang dalam proses revisi, sehingga momentum ini formula penetapan upah minimum salah satu prioritas yang perlu diubah untuk diperbaiki.
Lebih jauh, Arufah mengatakan, di tengah kondisi perekonomian yang belum pulih seperti saat ini pemerintah seharusnya mampu membangkitkan daya beli para pekerja agar konsumsi agregat masyarakat juga meningkat.
“Sebaliknya bukannya malah menekan upah dan daya beli pekerja atau masyarakat,” tegas Arufah. via