Rabu, Agustus 20, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Khilafah dan NKRI

by matabanua
28 Juli 2022
in Opini
0
D:\Data\Juli 2022\2907\8\8\ghkgh.jpg
Ali Mursyid Azisi (Foto:mb/ist)

“Peneliti Studi Agama-Agama dan Kajian Ekstremisme-Terorisme, Penulis Buku “Meneropong Islam Ekstrem VS Islam Moderat di Nusantara, anggota Centre for Religious and Islamic Studies”

Pada akhir bulan Mei 2022, dunia maya digemparkan oleh aksi konvoi pengendara motor yang secara terang-terangan menunjukkan antribut khilafah. Umumnya yang kita ketahui kalimat syahadat “laa ilaaha illallah, Muhammad rasulullah” yang tertulis di bendera berwarna hitam putih tersebut menyampaikan sinyal merah kepada kita.

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\20 Agustus 2025\8\8\Gennta Rahmad Putra.jpg

Dua Sisi Artificial Intelligence dalam Pembangunan Berkelanjutan

19 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Indonesia Masih Dijajah

19 Agustus 2025
Load More

Apa artinya?, negara kita dengan identitasnya (Pancasila) dengan sitem demokrasi sebagai identitasnya kembali memiliki PR besar, terutama menguatkan ideologi kebangsaan dan keagamaan. Meski disepakati bahwa Pancasila bukan bagian dari agama, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak lepas dari inti hakikat beragama dalam Islam, bahkan agama lain pun.

Sebenarnya isu-isu bangkitnya gerakan mengislamkan sistem kenegaraan Indonesia “Khilafah” sudah ada sejak dahulu, dimana demikian diprakarsai oleh beberapa kelompok Islam ekstrem (ghuluw). Ekstrem yang dimaksud di sini adalah berlebihan dalam suatu perkara, bahkan karakteristik pada umumnya dengan gampangnya melebeli bid’ah, kafir, musyrik, bahkan thagut, jika terdapat suatu perkara tidak sesuai dengan kehendak pemikiran/pendapatnya.

Gaungan Penerapan Negara Khilafah

Salah satu contoh bagaimana para kalangan sebelah dengan identitas gaungan Khilafah-nya dalam memandang sistem bernegara/politik di Indonesia sebagai politik bunglon. Penentangan tersebut bisa kita temui salah satunya dalam satu postingan artikel di website almanhaj.or.id. Mereka menyandarkan kepada para Ulama-ulamanya.

Seperti nukilan teks postingan berikut: (Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ar-Ramadhani, menyatakan bahwa: “Sistem demokrasi yang diterapkan dalam pemilihan umum, sebagaimana yang telah kita ketahui dilakukan dengan cara orang muslim/kafir memilih orang tertentu (calon presiden). Laki-laki dan perempuan turut memilih, tanpa membedakan yang sholeh dan yang berbuat maksiat kepada Allah beserta Rasul-Nya. Hal ini adalah pelanggaran syariat Islam, sedangkan kalian (penganut demokrasi) menyamakan orang muslim dan orang kafir?”).

Pendapat lain bahwa sistem Khilafah merupakan upaya yang tepat diterapkan di Indonesia, sebab dinilai sesuai dengan syariat. Sedangkan demokrasi merupakan produk dari dunia Barat, yang dianggap kafir dan wajib untuk diperangi. Maka paham demikian menjadi sinyal merah bagi keberlangsungan kehidupan beragama di Indonesia, dimana masyarakatnya tidak hanya satu agama.

Menilik fenomena demikian, maka perlu adanya gebrakan ulang untuk penguatan ideologi kebangsaan dan keagamaan yang kontekstual atau bahasa populernya dikenal dengan moderasi beragama. Yaitu mengedepankan prinsip washatiyah (tengah-tengah), toleran, inklusif, menghargai perbedaan, yang nantinya bermuara pada tindakan/kesalehan berkehidupan sosial.

Benalu Negara Indonesia

Mewaspadai gerakan sosialisasi isu penegakan negara Khilafah di Indonesia sebagaimana beredarnya video konvoi beberapa hari lalu, maka perlu adanya tindakan tegas & solutif dalam upaya menunjukkan jati diri bangsa. Upaya-upaya yang bisa dilakukan selain semakin menggencarkan sosialisasi berislam yang cerdas (moderasi beragama), upaya kerjasama antara ormas-ormas keagamaan moderat dengan pemerintah sangat penting. Keduanya bergerak pada ruangnya masing-masing.

Ormas keagamaan moderat layaknya NU-MD bergerak pada ranah sosialisasi tentang pemahaman bagaimana seharusnya memahami nilai luhur bernegara secara kontekstual dalam Islam. Demikian yang kerap disalahpahami oleh kalangan ormas pendukung jargon Khilafah dan jihad fii sabilillah.

Sementara peran pemerintah sebagai pemegang wewenang ketentuan-ketentuan bernegara yang terangkum dalam UUD seharusnya memberikan tindakan tegas terhadap siapapun yang dinilai memiliki potensi merusak Indonesia. Salah satunya bangkitnya jargon isu khilafah.

“Jadilah Pelopor Penegak Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwah”, begitulah kalimat yang tertulis di badan motor salah satu peserta konvoi. Meski dalam sebuah pengakuan mereka berbeda dengan ormas-ormas Islam lainnya dalam menegakkan isu Khilafah, namun demikian kerap disalahpahami oleh orang awam yang justru berpotensi mengancam kehidupan bernegara dan beragama di Indonesia

Terlebih sasaran sosialisasi maupun ajakan dari keduanya digencarkan di media sosial yang saat ini menjadi salah satu konsumsi pokok masyarakat millennial. Maka kerjasama dalam upaya menghindari kebangkitan isu negara Khilafah di bumi pertiwi menjadi kunci utama, disamping pemerintah sebagai pemegang kewenangan bernegara, namun juga melibatkan masyarakat dalam menjaga NKRI. Demikian bisa kita katakana sebagai benalu negara, sebab mengganggu keharmonisan kehidupan bermasyarakat dan beragama di negeri ini.

NKRI Sudah Sesuai dengan Syariat Islam

Pada dasarnya, UUD 1945 dan Pancasila sangat memiliki relevansi dengan syariat Islam. Bahwa di dalamnya pun mengatur ketertiban bernegara/bersosial. Bahkan pengamat politik pun menyatakan bahwa sitem Khilafah jika diterapkan di Indonesia adalah hal yang mustahil. Sebab, melihat konteks Indonesia yang plural dan kaya akan kepercayaan.

Dapat kita tilik, bagaimana diaturnya UU tentang kebebasan memeluk agama yang dilegalkan pemerintah, demikian selaras dengan kandungan QS. Al-Baqarah (2): 256, QS. Yunus (10): 99, QS. Al-Qashash (28): 56, QS. Ali ‘Imran (3): 64. Begitu pula dengan anjuran toleransi antar umat beragama maupun seiman juga sudah diatur sedemikian rupa oleh negara. Dalam teks Qur’an termuat dalam QS. Al-Kafirun: 1-6, QS. Al-Kahfi: 29, QS. Yunus: 40-42, QS. Al-Hujurat: 10 dan 13, QS. Al-Baqarah: 256, dan QS. Al-Hasyr: 9.

Sejalan dengan pendapat Habib Lutfi bin Yahya, Pekalongan, dalam unggahan video di akun Instagram @ulama.nusantara “Kalau NKRI tidak sesuai syariah, mana mungkin kita mengusir penjajah?, karena mengusir penjajah bagian dari perintah syariah, NKRI sudah final dan menaati syariah, bahwa syariah melarang penjajah di negeri mana pun. Kami selaku anak bangsa wajib melawannya, supaya penjajah tersebut angkat kaki dari bumi yang di injak yang bukan haknya”.

Kontekstualisasi istilah penjajah tidak hanya tertuju pada lamanya penguasaan Belanda dan beringasnya bangsa Jepang. Namun, termasuk siapa pun yang berani merusak kesatuan, identitas bangsa dan melegalkan kekerasan atas nama agama, tergolong sebagai penjajah, sekali pun warga negara sendiri.

Gerakan memberikan tindakan tegas terhadap golongan ekstrem yang hingga kini masih massive bergerak di bawah tanah maupun terang-terangan adalah musuh semua agama.

Gencarnya sosialisasi baik secara langsung (mengincar lembaga pendidikan formal/non-formal) maupun di media sosial akan berdampak pada tingkat stabilitas berkehidupan berbangsa-beragama di Indonesia. Mengingat masyarakat Indonesia yang multikulural, multietnis, multibahasa, dan multikepercayaan menjadi warna tersendiri yang patut disyukuri, bahwa keragaman itu indah serta memberikan nyawa positif terhadap bangsa.

Sebelum penutup, akan lebih afdhol kembali memunculkan sabda Rasulullah ke muka publik: “Sesungguhnya akan terjadi banyak perbedaan setelah Aku (meninggal). Bila engkau mampu mewujudkan perdamaian, maka lakukanlah” (HR. Iamam Ahmad bin Hanbal).

Demikian menjelaskan bahwa perbedaan adalah keniscayaan, bahkan anjuran role model kita adalah penuh semangat toleransi, perdamaian, dan merawat keharmonisan. Penting untuk selalu waspada terhadap gerakan-gerakan ekstremis-radikalis yang membawa atribut agama dengan berupaya meruntuhkan pondasi negara. Perlu disadari bahwa, siapa pun yang berupaya menggerogoti tubuh Indonesia dengan kedok dengan mengatasnamakan perintah agama, adalah musuh bersama.

 

 

Tags: KhilafahNKRIPancasila
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA