Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Harga BBM dan Gas Non Subsidi Naik, Rakyat Makin Menjerit

by matabanua
24 Juli 2022
in Opini
0

Oleh : Nurul Afianty, SP (Aktivis Muslimah)

Di tengah kehidupan sulit yang kian menghimpit rakyat, kebijakan-kebijakan pelik terus diambil oleh pemerintah. Derita rakyat kecil seakan tiada akhir. Segala kebutuhan pokok rakyat terus melejit harganya. Bahkan, beberapa komoditas menjadi langka keberadaannya. Berikutnya, BBM dan Gas Non subsidi juga mengalami penyesuaian harga (red. Kenaikan harga).

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\3 Juli 2025\8\master opini.jpg

Berantas Narkoba Selamatkan Masyarakat

2 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kampus Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan, Sudah Cukupkah?

2 Juli 2025
Load More

PT. Pertamina (Persero), lewat anak usaha Pertamina Patra Niaga resmi mengumumkan kenaikan harga produk Bahan Bakar Khusus (BBK) atau BBM non subsidi, Minggu (10/07/2022). Kenaikan harga meliputi Pertamax Turbo, Pertamina Dex dan Dexlite, serta LPG non subsidi, seperti Bright Gas. Pertamina beralasan, kenaikan harga mengacu pada harga minyak saat ini. Mereka juga menilai, kenaikan harga sesuai aturan yang berlaku. (Tirto.id/10 Juli 2022)

Penyesuaian ini memang terus diberlakukan secara berkala sesuai dengan Kepmen ESDM 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga bahan bakar umum (JBU). Penyesuaian harga ini dilakukan mengikuti tren harga pada industri minyak dan gas dunia. Sebagai catatan, harga minyak ICP per Juni menyentuh angka 117,62 dolar AS/barel atau lebih tinggi sekitar 37 persen dari harga ICP pada Januari 2022. Begitu pula dengan LPG. Tren harga (CPA) gas masih tinggi pada bulan Juli ini mencapai 725 dolar AS/Metrik Ton (MT) atau lebih tinggi 13 persen dari rata-rata CPA sepanjang tahun 2021. (Tirto.id/10 Juli 2022)

Irto Ginting, Corporate Secretary PT. Pertamina Patra Niaga, menuturkan harga Pertamax Turbo (RON 98) naik dari Rp 14.500 menjadi Rp 16.200. Kemudian Pertamina Dex (CN 53) naik dari Rp 13.700 menjadi Rp 16.500, sementara Dexlite (CN 51) dari Rp 12.950 menjadi Rp 15.000 untuk wilayah DKI Jakarta atau daerah dengan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBBB) 5 persen. Untuk LPG non subsidi, seperti Bright Gas akan disesuaikan sekitar Rp 2.000 per Kg. (tirto.id/10 Juli 2022)

Khusus BBM non subsidi Pertamax, Pertamina memutuskan untuk tidak menaikkan harga. Namun, Pertamina tidak merinci alasan mengapa Pertamax tidak mengalami kenaikan harga. Selain Pertamax, Pertamina juga memastikan Pertalite, Solar dan LPG 3 Kg tidak mengalami perubahan harga. Penetapan harga yang tidak naik sebagai upaya Pertamina menjaga daya beli masyarakat. (Tirto.id/10 Juli 2022)

Inilah kebijakan yang terus berulang terkait dengan BBM dan gas di negeri ini, begitu pula negara-negara di dunia. Bagaimana kah nasib rakyat dunia selanjutnya?

Cengkeraman Gurita Kapitalisme

Tak dapat dipungkiri, minyak dan gas menjadi kebutuhan penting masyarakat hari ini. Seiring perkembangan zaman dan teknologi, keduanya menjadi komoditas yang diperhitungkan dunia. Kenaikan harga kedua komoditas ini jelas akan memberikan dampak besar bagi masyarakat, terutama dampak kenaikan harga komoditas yang lain, seperti bahan makanan dan kebutuhan pokok lainnya, serta dampak pada sektor jasa. Masalah kelangkaan juga menjadi ‘rutinitas’ saat BBM dan LPG subsidi dibatasi jumlah dan peredarannya. Sehingga jika kehabisan, maka mau tak mau masyarakat dipaksa untuk beralih membeli BBM dan LPG non subsidi.

Di tengah ekonomi yang masih sulit, masyarakat harus berfikir keras bagaimana agar semua kebutuhan rumah tangga dan keperluan lainnya dapat terpenuhi, meski dengan hitungan seminimalis mungkin, bahkan bisa jadi ada golongan masyarakat yang akhirnya tak bisa mencukupi keperluan hidupnya.

Beginilah karakter khas sistem Kapitalisme. Menyelesaikan masalah dengan memunculkan masalah baru. Dengan alasan mengikuti tren dunia terkait kenaikan harga minyak dan gas, pemerintah akhirnya melegitimasi untuk menaikkan harga di dalam negeri. Dan dengan dikte lembaga dunia, Indonesia diarahkan agar sedikit demi sedikit mencabut subsidi BBM dan LPG bagi masyarakat.

Kenaikan harga minyak dunia selalu menjadi alasan. Padahal, jelas hal tersebut lebih karena permainan perdagangan para Kapitalis yang hanya peduli pada keuntungan yang akan mereka dapatkan. Posisi AS pun yang saat ini menjadi negara adidaya dunia juga memberikan dampak besar terhadap kenaikan harga minyak dunia. Hal ini disebabkan, setiap transaksi di dunia internasional harus menggunakan dolar AS sebagai mata uang utama. Indonesia pun, yang sebenarnya kaya akan SDA minyak dan gas, -namun tak mampu mengolahnya-, akhirnya juga harus bertekuk lutut pada kekuatan dolar AS.

Tak hanya itu, daerah-daerah yang kaya akan minyak dan gas di negeri ini, dengan ‘sukarela’ diserahkan pengelolaannya kepada pihak luar (red. Swasta dan asing). Posisi pemerintah hanya sebagai regulator yang membuat kebijakan terkait sumber energi ini. Dan sekali lagi, karena yang berperan besar adalah pihak swasta dan asing, maka keuntungan dari pengelolaan SDA ini masuk ke kantong pribadi mereka. Dan rakyat tak mendapatkan keuntungan apapun, selain ditetapkannya kenaikan harga.

Demikianlah, cengkeraman kapitalisme yang eksploitatif dan destruktif semakin kuat di negeri ini. Sehingga pemerintah pun tak mampu mengurusi urusan rakyat dengan serius. Peran negara yang terlihat tak jauh seperti pedagang, dan rakyat sebagai pembeli. Lantas, sampai kapan derita rakyat ini akan berakhir?

Pengelolaan Energi dalam Islam

Dalam Islam, pemimpin adalah Raa’in (pengurus urusan rakyat). Pemimpin bertanggungjawab secara penuh dan memastikan seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi dengan baik dan layak, termasuk pemenuhan kebutuhan komoditas energi (BBM dan LPG). Negara lah yang akan berperan secara langsung dalam pengelolaan komoditas ini, mulai dari eksplorasi, produksi hingga distribusinya ke tengah-tengah masyarakat. Inilah wujud implementasi dari Hadits Rasul SAW :

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu : Padang rumput (hutan), air dan api (energi)”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Maka, berdasarkan hadits tersebut, fungsi negara hanyalah sebagai pengelola, dan tidak boleh baginya mengambil keuntungan pribadi atas pengelolaannya. Mekanisme distribusi minyak dan gas ditetapkan kepada rakyat dengan harga murah dan terjangkau, untuk sekedar mengganti biaya produksi komoditas tersebut. Jikapun misalnya melalui pengelolaan energi tadi, negara mengambil sedikit keuntungan dari biaya produksi, maka keuntungan tersebut akan tetap dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat seluruhnya.

Demikianlah, pengelolaan energi dalam Islam. Pengelolaan yang didasarkan hanya pada aturan Allah SWT, yaitu Syari’at Islam, sehingga rakyat tidak akan pernah terzhalimi sebagaimana saat ini.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

 

 

Tags: Aktivis MuslimahBBMLPGNurul AfiantyPT Pertamina
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA