
BANJARMASIN – Rencana pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) ke Kota Banjarbaru, masih terus bergulir apakah bisa terwujud atau sebaliknya tetap di Banjarmasin.
Sebab, saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) RI tengah mempelajari judicial riview yang diajukan Pemko Banjarmasin terkait UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel berpindah ke Banjarbaru tersebut.
Saat ini muncul anggapan, pemimpin daerah Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru tengah berebut status kedudukan Ibu Kota Provinsi Kalsel.
Namun, Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina menepis anggapan tersebut. Pemimpin kota berjuluk seribu sungai itu mengatakan, judicial review yang diajukan ke MK merupakan langkah untuk membuka fakta tentang pemindahan Ibu Kota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru.
Tujuan pihaknya mengajukan ke MK, agar jelas mengapa pemindahan itu terjadi. “Ini bukan soal menang atau kalah, tapi upaya yang sedang kita lakukan ini adalah untuk membuka fakta dan kebenaran mengenai terbitnya UU Provinsi Kalsel yang baru ini,” tegasnya.
Bahkan, menurutnya, siapa pun yang saat ini menjabat walikota atau kepala daerah di Banjarmasin, pasti akan melakukan upaya yang sama dengan pihaknya, yakni mengajukan Judicial Review ke MK RI.
“Seperti itu juga di Banjarbaru, siapa pun walikotanya pasti akan melakukan upaya yang sama dengan yang sekarang,” imbuhnya.
Karena itulah, ibnu meminta agar upaya yang dilakukan oleh kepala daerah terkait permasalahan pemindahan Ibu Kota Kalsel ini wajib untuk dihormati.
Mahkamah Konstitusi pun tidak bisa menolak permohonan Pemko Banjarbaru yang mengajukan diri sebagai pihak terkait. “Makanya kemarin diterima oleh Mahkamah untuk menyampaikan pandangan dari Pemko Banjarbaru, mungkin terkait kesiapan atau apa pun terkait kondisi Banjarbaru,” ujarnya.
Disinggung mengenai sosialisasi UU Nomor 8 Tahun 2022 terkait pemindahan Ibu Kota Kalsel ke Banjarbaru yang hanya dilakukan melalui media sosial, Ibnu Sina menyayangkan hal itu.
Karena, mungkin saja tidak semua warga mengetahui hal tersebut meski diklaim sudah melalui uji publik, penghimpunan aspirasi warga serta sosialisasi yang dilakukan melalui medsos. “Padahal, tidak semua orang membaca medsos,” jelasnya.
Orang nomor satu di Kota Banjarmasin ini menilai langkah tersebut seolah-olah menganggap remeh undang undang. Seharusnya, lanjut Ibnu, sosialisasi undang undang tersebut dilakukan dalam forum yang lebih terhormat. Apalagi persoalan yang dibahas ini adalah terkait kedudukan ibu kota provinsi, dan lembaga yang membahas adalah sekelas DPR RI.
“Saya kira kalau (hasil sosialisasi pemindahan Ibu Kota Kalsel) ini tidak mewakili warga secara menyeluruh sehingga harusnya diulang, supaya jangan ada hal yang salah dalam prosesnya,” harapnya.
Ia mencontohkan, pembuatan Peraturan Daerah (Perda) oleh DPRD Kota Banjarmasin saja, harus melalui pengujian dan konsultasi publik dengan mengundang pihak-pihak terkait.
“Kemudian juga ada FGD (Forum Group Discussion) yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpendapat mengenai hal ini,” tukasnya. Dwi