Sabtu, Mei 24, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Hari Anak Nasional, Apakah Solusi Perlindungan Hak Anak?

by matabanua
21 Juli 2022
in Opini
0
D:\Data\Juli 2022\2207\8\8\Baiq Lidia Astuti S.Pd.jpg
Baiq Lidia Astuti S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan)

Ada berbagai momentum untuk memperingati Hari Anak. Di Indonesia, Hari Anak Nasional berlangsung setiap 23 Juli. Ada pula peringatan Hari Anak Internasional yang dirayakan setiap 1 Juni serta Hari Anak Sedunia yang diperingati hari ini, 20 November.

Tahun ini, Hari Anak Nasional 2022 jatuh pada Sabtu 23 Juli 2022. Penetapan Hari Anak Nasional ini berdasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984. Hari Anak Nasional 2022 mengambil tema, yaitu ‘Anak Terlindungi, Indonesia Maju’.

Artikel Lainnya

D:\2025\Mei 2025\23 Mei 2025\8\master opini.jpg

Surau Tak Boleh Mati

22 Mei 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Jangan Abaikan Peran Ibu

22 Mei 2025
Load More

Ternyata tema tersebut bukanlah tema baru, sebab sudah digunakan sejak dua tahun yang lalu pada Hari Anak Nasional tahun 2020.

Peringatan hari anak ini setiap tahun ada, dengan tema yang terdengar menjanjikan, dengan tujuan yang terlihat memecahkan permasalahan.

Nyatanya, tetap saja jaminan perlindungan hak hak anak masih di pertanyakan. Kita melihat saat ini bagaimana anak anak menjadi korban dari sistem kapitalis sekuler yang di terapkan di negeri ini.

Lihat saja bagaimana angka kemiskinan di indonesia, pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang. Yang tentu kemiskinan ini berimbas pada anak yaitu meningkatnya angka putus sekolah pada anak.

Menurut Laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan, ada 75.303 orang anak yang putus sekolah pada 2021. Jumlah anak yang putus sekolah di tingkat sekolah dasar (SD) merupakan yang tertinggi sebanyak 38.716 orang. Di tingkat dasar saja meningkat mencapai 10 kali lipat selama pandemi Covid-19.

Kemudian, jumlah anak putus sekolah di tingkat sekolah menengah pertama (SMP) yakni sebanyak 15.042 orang.

Sebanyak 12.063 orang anak putus sekolah di tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK). Kemudian,10.022 orang anak putus sekolah di tingkat sekolah menengah atas (SMA).

Selain itu, hingga saat ini masih banyak anak Indonesia yang meninggalkan sekolah dan menjadi pekerja. Padahal, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak yang berusia kurang dari 18 tahun.

Faktanya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 ada sekitar 940 ribu penduduk berusia 10-17 tahun yang tergolong sebagai pekerja anak.

Tidak hanya itu, menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat setidaknya ada 11.952 kasus kekerasan anak yang tercatat oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) sepanjang tahun 2021. Dan semakin meningkatnya kasus anak pelaku kriminal.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online).

Di tambah lagi, Status Indonesia masih berada di urutan keempat dunia dan urutan kedua di Aisa Tenggara terkait kasus balita stunting.

Regulasi terkait perlindungan anak sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 23 Tahun 2002. Regulasi tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi anak-anak karena sadar bahwa anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Namun, pada implementasinya, regulasi tersebut tidak mampu melindungi anak-anak di Indonesia. Terbukti dari fakta yang kita temukan di lapangan dan dari data yang telah tercatat pada bagian sebelumnya.

Ala kulli hal, apakah peringatah Hari Anak Nasional hanya selebrasi kosong tapi minim program-program nyata untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia? Fakta dan data memperlihatkan kondisi masih banyak anak Indonesia belum terangkat nasibnya menjadi lebih baik.

Inilah fakta yang akan terus kita rasakan selama kita masih menjadikan hukum buatan manusia yang mengatur kehidupan kita, dimana jaminan perlindungan hak hak anak hanyalah pepesan kosong belaka.

Realita ini adalah dampak pembangunan yang berbasis pada sekulerisme-kapitalisme, yang mengejar pertumbuhan ekonomi tapi miskin bahkan menafikan norma agama, termasuk perlindungan pada keluarga. Bahkan ironinya, agama Islam terus disudutkan sebagai ancaman dan disingkirkan dari kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan peran negara beserta sistem pemerintahan yang benar-benar mengutamakan hajat hidup masyarakat pada umumnya dan anak anak pada khususnya. Yang dibutuhkan adalah sistem yang menyelesaikan persoalan dari akarnya sehingga masalah-masalah cabang dapat teratasi dengan maksimal yaitu adanya sistem Islam yang mengatur kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Wallahu A’lam

 

 

Tags: Baiq Lidia Astuti S.Pdhari anak nasionalMedia daringPemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA